Archive for 2014

Berdo'a Mulai

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana kabar sahabat hari ini? Semoga senantiasa dalam nikmat sehatNya. Aamiin.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, sudah berapa banyak kah do'a yang kita panjatkan hari ini? Insya' Allah sudah banyak, bukan? Yups, minimal ketika sholat kita telah berdo'a, karena bacaan shalat kan do'a-do'a. :')



Islam mengajarkan kita untuk mengawali apa-apa yang kita lakukan dengan do'a agar segala sesuatu yang kita lakukan bernilai ibadah dan berpahala tentunya. Dari mulai bangun tidur, masuk kamar kecil, keluar kamar kecil, mau makan, mau pergi, mau bekerja, mau belajar sampai mau tidur lagi. Begitupun mengakhiri apa yang kita kerjakan. Kalau pun kita belum hafal semua do'anya minimal kita menggunakan bacaan basmallah untuk mengawali dan hamdallah untuk mengakhiri. Insya' Allah akan menjadi sebuah keberkahan tersendiri bagi kita.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, dalam kita berbicara, berpikir, bertingkah laku pun juga bisa menjadi do'a kita. Makanya sering kita dengar orang-orang di sekitar kita mengatakan "hati-hati kalau bicara, nanti kalau diaminkan malaikat lhoo..." Maksudnya agar kita tidak mengatakan perkataan yang tidak baik agar tidak menjadi kenyataan yang tidak baik juga.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, maka dari itu, dalam berdo'apun kita juga harus memilih perkataan-perkataan yang baik. Sebagai contoh kita berdo'a memohon rizki. Sekalipun rizki kita datang melalui orang-orang yang terkena musibah, tentunya kita juga tidak boleh mendo'akan keburukan bagi orang lain. Maksudnya seperti ini, seorang Tukang tambal ban juga tidak boleh berdo'a "Ya Allah, semoga hari ini orang-orang yang lewat di depanku ban motornya kempes semua, biar mereka minta tolong saya Ya Allah..." Atau seorang dokter juga tidak boleh berdo'a "Ya Allah, datangkanlah wabah kepada mereka, dan gerakkanlah hati mereka untuk berobat disini..." atau mungkin seorang pembuat peti mati berdo'a "Ya Allah, semoga hari ini terjadi pembunuhan yang banyak di sekitar sini dan mereka membeli peti matiku." Sudah-sudah,,, semakin dilanjutkan do'anya ko semakin gak jelas ya? :') Itu hanya sebagai contoh yang wajib untuk ditinggalkan saja. Kalaupun profesi kita sejalan dengan contoh-contoh di atas, tentunya kita dapat mengganti do'a kita semisal dengan "Ya Allah, berikan kepada ku rizki yang melimpah dan barakah hari ini Ya Allah,,,, Yang banyak ya Ya Allah...?" dan sejenisnya.


Sahabat pembaca yang baik hatinya. Do'a merupakan senjata bagi umat Islam. Banyak sekali kisah-kisah luar bisa yang menggambarkan bagaimana kekuatan dan kedahsyatan sebuah do'a. Do'a juga ibarat kita mengetuk pintu. Semakin banyak pintu yang kita ketuk, semakin besar pula peluang untuk kita dibukakkan pintu-pintu itu. So, sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita perbanyak do'a dalam keseharian kita, agar semakin barakah segala urusan-urusan kita.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 12 Juni 2014
Posted by Unknown

Sahabat di Balik Layar

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Siang ini saya berjumpa dengan salah satu sahabat yang sudah beberapa saat lamanya tidak bertemu karena aktivitas masing-masing. Bahkan niatan untuk bertandang yang sudah di kepala pun belum sempat saya lakukan. Heemmmm... semoga kita terhindar sifat manusia yang terkadang hanya akan datang disaat butuh dan pergi saat sudah merasa cukup...

Sahabat pembaca yang baik hatinya, layaknya seorang sahabat yang lama tak bersua, kami pun berbincang renyah dan saling cerita satu sama lain. Sayangnya, waktu untuk kami berbincang pun tak cukup lama, karena aktivitas berikutnya yang harus kami kerjakan masing-masing.



Namun, ada sebuah bagian dalam obrolan kami yang membuat saya tercengang, kaget, terharu, merasa sangat diperhatikan dan perasaan-perasaan yang lain turut bercampur disana. Pasalnya, ditengah-tengah obrolan kami, ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan teman saya itu,
Sahabat :"Bro, aku copas tulisan-tulisan mu lho...mau tak masukin ke blog."
Saya :"Ya copas aja... emangnya mau dimasukkin blog mana?"
Sahabat :"Aku buat blog, trus tulisan yang kamu update tiap dua kali sepekan itu aku copas trus aku masukin, tapi belum dipublish, nunggu ijin darimu dulu."
Saya :"Halah, pake ijin segala. Bayar kalo gitu. hahahaha....trus?" (sekedar menaggapi dan saya berpikir itu untuk blog pribadinya.)
Sahabat :"Hahaha... Aku juga udah buatin emailnya juga, tinggal dipublis aja kalo kamu setuju, trus diupdate terus. Lumayan, itu nanti bisa buat porto polio kamu sendiri. Kamu kan selain ditempat kerja sekarang juga kadang nDongeng kan? Nanti bisa dibuat nama Kak Wall gitu. Jadi nanti photo-photomu bisa dimasukkin juga. trus, misal ada yang mau kenalan tinggal kamu kasih alamat blogmu itu..."
Saya :"&%^&^&????" (terdiam, bingung dan baru saya menyadari, ternyata sahabat saya mumbuatkan blog itu untuk saya). Begitu penggalan percakapan kami yang ingin saya sampaikan ke sahabat pembaca semuanya.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, alangkah indahnya ukhuwah diantara kita dengan sahabat-sahabat kita jika yang kita lakukan bukan hanya ketika dekat dengan mereka. Melainkan, disaat jauh dan jarang bertemu pun kita masih sempat untuk memberikan apa yang dapat kita berikan untuk mereka. Mendo'akan, mungkin itu yang saat ini sering kita lakukan untuk sahabat-sahabat kita yang berbeda jauh dari hadapan kita. Yah, memang itu menjadi salah satu hal yang layaknya kita lakukan. Namun, Jika kita mampu untuk melakukan lebih dari itu, alangkah semakin beruntungnya orang-orang yang sempat mengenal diri kita. Karena "Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya untuk manusia yang lain..."


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 09 Juni 2014
Posted by Unknown

The Hot is Not Public

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, seperti biasanya dalam keseharian saya, mulai dari pagi sampai siang bahkan terkadang sore lebih sering saya habiskan di jalanan dan berkeliling untuk silaturrahim ke berbagai tempat. Bertemu dengan saudara baru maupun untuk kembali menyapa rekan yang sudah sering ketemu atau pun yang lama tak bersua.Yah, itulah pekerjaan yang saya cintai sampai saat ini.

Akhir-akhir ini saya rasakan udara diluar yang cukup tinggi suhunya dan ditambah terik yang kadang menyengat. Sauasana seperti itu bagi orang yang berada di lapangan (kerja luar rumah/kantor) sering menghadirkan rasa lelah yang sangat, mengantuk dan terkadang sampai mengeluh. Apa yang dikeluhkan? Yupz, seperti judul di atas, The Hot Is Not Public. Itu adalah bahasa Inggris salah paham, meskipun salah, banyak yang paham. Plesetan maksudnya. Hehehe Dari bahasa jawa "Panase ra umum" alias panas banget.
Begitupun saya, dalam kondisi panas yang menyengat dan membuat kulit saya yang tadinya hitam menjadi gelap, terkadang saya harus menyempatkan diri untuk terkapar di serambi masjid sejenak untuk mengembalikan tenaga.



Siang ini, seperti biasa, jalanan kota hingga pelosok saya lewati. menembus ramainya lalu lintas kota hingga membelah bukit menuju sebuah tempat yang berada tepat di lerang Pegunungan selatan. Sekembali dari tujuan, dalam perjalanan, saya terhenti beberapa saat di sebuah perempatan kota, persimpangan jalan tanpa lampu lalu lintas mengharuskan bagi para penyeberang harus super sabar menunggu kendaraan dari arah yang lain melintas semua. Tapi sedikit berbeda siang ini di tempat itu. Seorang bapak-bapak paruh baya berdiri ditengah jalan lengkap dengan peluit membantu mengatur lalu lintas. Alhasil, menyeberang pun menjadi lebih cepat dan mudah, dengan bantuan bapak-bapak tadi. Siapakah beliau? awalnya, saya kira seorang petugas yang berwenang, ternyata, setelah saya perhatikan dengan seksama, jauh dari kata "Petugas" yang awalnya saya pikirkan. Dari penampilan, memang terlihat hanya orang biasa, hanya saja mengenakan Rompi layaknya seorang petugas. Lalu saya sebut sebagai Pahlawan Jalan Raya. 

Pernah bertanya dalam benak saya "Siapa yang bayar ya?" Kemudian muncul dalam ingatan waktu yang telah lampau tentang obrolan saya dengan seorang teman. Teman saya ini tinggal di Kota Gudeg dan mengatakan "Kalau disini banyak orang-orang yang seperti itu, dan mereka tidak ada yang bayar secara tetap, hanya pengguna jalan yang merasa terbantu dan mengikhlaskan barang seribu atau dua ribu untuk mereka kumpulkan. Tentu saja hasilnya ndak pasti.Kadang juga ada yang memberikan sebatang rokok."


Sahabat pembaca yang baik hatinya, Luar biasa. Ada sebuah sikap yang mungkin bisa kita jadikan Ibrah (pelajaran), yaitu bagaimana orang-orang ini mengikhlaskan waktunya untuk membantu orang lain, berpanas-panasan di tengah jalan, tanpa tau orang-orang yang dibantu akan memperhatikan mereka ataupun tidak. Dan tentunya yakin bahwa Allah lah yang akan memberikan balasan dari kebaikan yang mereka lakukan, bisa jadi melalui tangan-tangan mereka yang melintas ataupun dari jalan yang lainnya.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 05 Juni 2014
Posted by Unknown

Tips Menyimpan Ide Brilian

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana kabar sahabat hari ini? Sehat? Alhamdulillah...


Sedikit saya mulai dengan cerita sahabat. Akhir-akhir ini saya sering menyaksikan siaran Televisi yang menampilkan kompetisi menjadi Komik (Stand Up komedian) di salah satu stasiun televisi swasta. Bahkan kadang saya kuat-kuatkan untuk begadang sampai tengah malam hanya untuk melihat siap yang masih bertahan dan siapa yang harus Close Mic (Istilah untuk peserta yang tereliminasi). Tapi saya tidak akan bercerita tentang siapa jagoan saya ataupun siapa yang saat ini masih bertahan dalam kompetisi itu, tetapi saya hanya akan menyampaikan sedikit bagian dari tayangan itu.

Pada sebuah edisi dimana siaran itu tayang, saya teringat tentang sebuah komentar yang disampaikan oleh salah satu juri dalam kompetisi itu. Kurang lebih seperti ini "Materi yang baik itu terkadang muncul dari keresahan-keresahan yang kamu alami. Jadi ketika kamu mengalami sesuatu kejadian yang bisa kamu angkat jadi sebuah materi, maksimalkan itu. Kapanpun dan dimanapun, ketika bisa kamu tulis, kamu tulis itu jadi set up yang bisa kamu pertontonkan nantinya."


Sahabat pembaca yang baik hatinya, menarik menurut saya komentar yang disampaikan itu. Bahwa materi atau bahan dalam tampil diatas panggung pun bisa berawal dari keresahan atau kejadian atau apa yang kita pikirkan. Tapi ada satu kata kunci disana, Tulis. Menuliskan keresahan, kejadian, isi yang terlintas dalam benak dan sejenisnya, ketika kita menginginkan itu menjadi sebuah ide, mungkin hukumnya menjadi wajib. Kenapa? Yups, menuliskan ide meskipun hanya sebatas clue asalkan kita bisa mengerti maksud dari clue itu cukup untuk membantu kita mengembangkan saat kita sudah siap duduk tenang dan berkonsentrasi membuat sebauh karya. Baik itu karya yang berbentuk tulisan, contohnya syair, cerpen, lirik lagu atau novel. Juga yang berbentuk selain itu, misalkan ide kerajinan tangan atau ide memodifikasi kendaraan dan lain sebagainya. Menyimpan ide dalam ingatan seringkali mudah hilang karena lupa dan membuat kita harus bekerja keras mengingat kembali ketika kita membutuhkannya.


Lalu bagaimana ide itu bisa kita tulis? Bagi kita yang setiap aktivitas ditemani sebuah tas ransel ataupun tar kecil yang kita tenteng kemanapun kita pergi, mungkin kita bisa meneyelipkan sebuah Blok Note kecil yang bisa kita namai sesuka hati kita asalkan kita paham bahwa buku itu menyimpan ide-ide segar untuk kita kembangkan menjadi sebuah karya, misalnya Buku "Karya Masa Depan" atau Buku "1000 ide brilian" atau juga bisa dengan kita berikan gambar bola lampu yang menyala.


Tapi kan tidak semua orang ketika pergi bawa tas sama buku? Yupz, betul sekali. Tapi kita masih bisa kok menulisnya di HP misalkan. Atau minimal kita bisa memaksimalkan ingatan jangka pendek kita sampai kemudian kita mendapatkan media yang bisa kita pakai menuliskan ide itu.


So, sahabat pembaca yang baik hatinya, layak dicoba, menyimpan ide, karya ataupun ilmu dengan menulis. Karena menulis adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk dapat membuat apa yang kita simpan itu bisa bertahan lebih lama. Selamat Mencoba...


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 02 Juni 2014
Posted by Unknown

Salah Persepsi, Salah Motivasi

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. jumpa lagi dengan saya 100% Kak Wall. Ada sebuah cerita yang akan saya bagi untuk sahabat semua pada kesempatan kali ini. 


Di sebuah Masjid tua yang berada di tengah-tengah kampung yang cukup padat penduduk sore itu. Namun ironisnya disetiap shalat lima waktu, jama'ah yang datang tak sebanding dengan banyaknya penduduk di sana. Meskipun fenomena ini sering kita jumpai siiihhh... Berbeda dengan sore itu, ada beberapa pemuda yang meramaikan Masjid tua itu untuk membahas perkembangan dakwah disana. Tiba waktunya shalat Maghrib. Sang Muadzin utama yang tak lain adalah seorang bapak-bapak yang sudah cukup berumur belum juga datang. Kemudian salah satu diantara pemuda itu berinisiatif untuk mengumandangkan adzan, karena memang sudah banyak terdengar suara adzan dari masjid-masjid yang lain. Sebut saja Abdullah, pemuda berkulit sedikit gelap dengan rambut keriting dan wajah yang menurut orang-orang disana tidak seperti orang kebanyakan, agak unik gitu lah.Tapi, suara adzan yang dikumandangkan wwuuuuuiiiihhhhhh sangat-sangat merdu... orang bilang seperti yang ada di TV Indo**ar.
Sontak, warga kampung pun bertanya-tanya, "Eh, siapa yang adzan itu? bagus baget...pasti yang adzan ganteng nih... ke masjid yuk?"
Memang si Abdullah ini baru sekalinya mengumandangkan Adzan di masjid itu dan akhirnya banyak warga yang datang ke masjid karena penasaran.
Luar biasa kejadian setelah itu... mereka yang datang sudah lengkap dengan sarung dan peci juga yang puteri dengan mukenanya bertanya pada salah satu pemuda yang ada di serambi masjid..."Nak, siapa yang adzan tadi? Bagus sekali, Bapak-bapak sama Ibu-ibu ini jadi penasaran, makanya ke masjid". "O,,, itu tadi Abdullah Bu,,," jawab salah satu diantara mereka.
"Abdullah? Oalah, kirain siapa, yaudah gak jadi shalat di masjid aja lah, shalat dirumah aja. Pada pulang aja yuk?" kata salah satu dari mereka yang kecewa dari rasa penasaran itu...
Sahabat pembaca yang baik hatinya, saya sendiri bingung berekspresi mendengar cerita itu. Apakah lucu? Atau Aneh? Atau mungkin memperihatinkan?


Baik, sahabat pembaca yang baik hatinya, coba kita tengok dari sudut pandang yang lain. "Jangan menilai buku dari covernya" pelajaran pertama yang bisa kita ambil dari cerita itu dan mungkin itu yang pertama kali muncul dalam benak sahabat.


Tapi masih ada yang Kedua. Kita, sebagai orang tua hendaknya memberikan contoh yang baik tentang motivasi kita beribadah pada anak-anak kita. Bukan lantaran karena manusia yang lain, entah seperti cerita di atas, entah karena ingin dipuji atapun menunjukkan pada orang-orang bahwa kita rajin beribadah dan terlihat sholeh.nah, pelajaran ini saya anggap penting. Kenapa? Yupz, Bukankah hanya kesia-siaan yang kita dapat jika niatan ibadah kita bukan karena Allah? Sahabat pembaca yang baik hatinya, jika kita mampu menanamkan sejak dini pada anak-anak kita tentang untuk siapa dan karena apa mereka beribadah, alangkah indahnya kita melihat anak-anak kita begitu ringan menjalankan shalat, puasa, yang bukan karena janji kita untuk membelikan sepeda atau sepatu baru. Bukan juga karena presensi guru di sekolahnya.


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 26 Mei 2014
Posted by Unknown

Selalu Ada Karya

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar sahabat hari ini? Tetap sehat, Tetap semangat, Allahu Akbar...!!!

Ketika tulisan ini saya buat sahabat, entah kemana perginya suara saya yang sebagian dan hanya menyisakan sebagian yang lain sehingga terdengar "Serak-serak kemresek". Jadi mohon maaf jika tulisan ini nanti tidak bisa terdengar jelas.
Pikiran A : "Eh mas Bro, yang namanya tulisan itu buat dibaca, bukan didengar..."
Pikiran B : "Oiya-ya?"
(Begitulah kiranya perbincangan dalam benak saya)
Selain itu, rasa pusing di kepala dan sedikit meriang juga ikut mampir ke badan ini. Setelah saya kalkulasi gejala-gejala itu, maka saya simpulkan bahwa saya sedang kurang enak badan alias sakit. Nah, tidak berhenti disitu sahabat, sempat muncul rasa malas hanya untuk sekedar menyapa sahabat lewat tulisan seperti biasanya. Ya termasuk tulisan ini. Lantaran kadang merasa tidak bisa mengeluarkan ide disaat seperti ini.

Pikiran A :"He Mas Bro, kalo buat kerjaan yang memerlukan kekuatan fisik mungkin layak kalo males, misalnya angkat sak semen atau nyangkul di sawah, lha ini kan cuma nulis di depan komputer..."
Pikiran B :"Ya tapi kan ide jadi jarang muncul."
Pikiran A :"Itu yang membuat ide jarang muncul."
Pikiran B :"Maksudnya?"
Pikiran A :"Menutup diri, menutup pikiran. Bukankah semua yang kita lihat, yang kita dengar dan kita rasakan bisa jadi sebuah ide? Tidak harus yang berat kan?"
Pikiran B :"Oiya ya?"
Pikiran A :"Nah, coba lihat diluar sana, masih banyak orang yang secara fisik mungkin sakit, bahkan setiap harinya sakit. Tapi mereka tetap berkarya. Dengan penuh semangat, tak jarang karya yang mereka hasilkan itu sebuah karya yang besar."
Pikiran B :"Baik, kalau begitu aku akan semangat untuk membuat karya kecil sekedar untuk menyapa sahabat-sahabat pembaca di luar sana."
(Begitu dalam benak kembali bekecamuk memperdebatkan masalah fisik yang menghalangi semangat)
 

Sahabat pembaca yang baik hatinya, nikmat sakit boleh jadi datang sebagai ujian, atau cobaan, atau mungkin peringatan agar kita selalu bersyukur atas nikmat sehat yang kita terima. Bersabar adalah salah satu sikap yang harusnya kita lakukan jika nikmat itu datang. Mengeluh, menggerutu, berubah menjadi pemalas adalah sikap yang tak layak kita lakukan. Dan istirahat termasuk salah satu upaya yang bisa kita lakukan. Tapi, istirahatpun harus sesuai porsi sakit yang kita terima. Rasaya kurang pantas jika hanya terserang flu ringan kemudian tidur seharian tanpa melakukan aktivitas yang lain layaknya orang yang sedang koma. Dan, jika kita masih mampu berkarya dengan kondisi kita, kenapa tidak? Berkarya dalam arti luas, bisa untuk kita sendiri atau untuk orang lain. Misalnya, menulis seperti ini, atau menghafal Al Qur'an sambil istirahat atau pun yang lainnya yang tidak terlalu berat tapi bermanfaat. Selain untuk mengisi waktu istirahat dan mengalihkan rasa sakit dengan aktivitas ringan itu, tentu juga bisa sebagai wujud rasa syukur kita dengan kita menunjukkan meskipun didalam kondisi tertentu, kita tetap masih bisa menjadi insan yang bermanfaat, minimal untuk diri kita sendiri.

Saya : 100% Kak Wall
Senin, 19 Mei 2014
Posted by Unknown

Kisah Sahabat

“… Bersama sabahat kita lalui semua cerita
melukis masa muda yang lebih bermakna,
Mencoba mencari arti sebuah cinta sejati
Mengukir kisah sbagai sahabat sejati…”


Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Setiap kita tentunya memiliki kisah-kisah yang kita kenang ketika masih muda atau anak-anak dulu. Cerita dimana kita masih punya banyak waktu untuk bermain bersama-sama dengan teman-teman dan juga sahabat-sahabat kita tanpa terpikir masalah-masalah berarti dalam hidup kita. Masa dimana kadang kita bisa sangat dekat dengan teman-teman kita, namun tak jarang kita harus bertengkar “ala anak-anak” yang meskipun begitu keesokan harinya kita sudah lupa dan kembali bermain bersama. Masa dimana kita dididik oleh lingkungan untuk gemar bersosialisasi dengan lingkungan, peka dengan kondisi teman dan juga dididik untuk membuat sesuatu yang sangat sederhana menjadi sesuatu yang dapat mendatangkan kebahagiaan yang lebih. Emmm…itulah masa anak-anak.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, adakah sahabat pernah berkumpul kembali dengan teman-teman kecil sahabat? Pernakah disaat sahabat bertemu dengan mereka lalu dengan semangat saling bertutur tentang kejadian ataupun cerita-cerita masa SD dulu? Cerita yang bisa membuat kita terpingkal-pingkal dengan mengingat keusilan masa kecil kita, samapai cerita yang kadang bisa menitikkan air mata karena keharuannya. Yupz, ibarat pelangi masa-masa itu. Begitu indah dengan warna-warni kisah-kisahnya.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, barangkali kisah-kisah itu sudah kita lalui sepuluh bahkan dua puluh tahun yang lalu. Tapi, akan tetap hangat jika kita ceritakan kembali bersama sahabat-sahabat masa kecil kita disaat sekarang ini. Mengunjungi sahabat-sahabat kecil yang mungkin sudah sekian lama terpisah lantaran aktivitas masing-masing akan menjadi hal yang sangat luar biasa untuk kita lakukan. Dari sekedar menyambung kembali tali silaturrahim sampai untuk kita tahu bagaimana kondisi sahabat-sahabat kecil kita yang dulu begitu peduli dengan diri kita. Selamat mencoba.

“Dulu, mereka mengisi hari-hari kita. Dulu, mereka menemani kita menemukan kebahagiaan kecil bersamanya. Dulu, mereka berteriak-teriak didepan pagar rumah kita mengajak kita bermain bersama. Dulu, mereka yang membantu kita membetulkan sepeda saat rusak di jalan pulang sekolah. Dan Dulu, mereka begitu peduli dengan diri kita…
Kini, adakah kita peduli pada mereka? Sedikit meluangkan waktu untuk sekedar bertanya “Apa kabarmu?”. Sahabat, mengingatkan kita pada indahnya saling berbagi…”


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 12 Mei 2014
Posted by Unknown

Berita TV

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Belakangan ini marak diperbincangkan di media tentang kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi pada anak. Seperti fenomena Gunung Es, terlihat kecil dari permukaan, namun begitu banyak kasus-kasus yang tak sempat disorot media. Nanum, ketika yang kecil itu terungkap, yang lain pun ikut mencair dan terkuak ke permukaan.

Irinos memang. Entah siapa yang mulanya menjadi pemicu, entah para pelaku yang memang mengalami gangguan mental alias sudah gila, sehingga sudah tidak mampu menggunakan akal sehatnya. Atau justru dari para korban yang mungkin memiliki daya tarik tersendiri, yang barang kali menyebabkan ketika setan lewat di depan orang yang tak pernah punya niatan atau kecenderungan ke sana pun akhirnya tergiur. Atau mungkin bisa jadi kedua-duanya? Entahlah. Yang jelas, itu adalah kenyataan yang ada.

Sahabat pembaca yang baik hatinya. Kurang layak jika kita acuh dengan permasalahan-permasalahan tersebut semisal dengan mengatakan "Halah, itu cuma di Tipi-Tipi". Pasalnya, bukan tidak mungkin kasus serupa ternyata sudah ada di dekat kita dan hanya belum kita sadari. Sahabat pembaca yang baik hatinya, kira-kira bagaimana perasaan sahabat ketika salah satu nama korban yang disebut dalam sebuah kasus itu nama anak-anak sahabat? Hancur berkeping-keping? Remuk tak berbentuk? Saya rasa itu.

Nah, coba kita kaji sebenarnya dimana akar permasalahannya. Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang bisa saja memicu terjadinya hal-hal tersebut. Pertama mari kita tilik dari pelaku. Dalam hal ini, saya yakin setiap pelaku yang tengah beraksi tentu saja kehilangan Imannya. Karena jelas mereka tidak bisa berpikir layaknya orang beriman. Sedangkan dari segi korban yang dalam hal ini anak-anak, bisa jadi karena memang belum sampainya ilmu mereka.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai orang tua? Yupz, tentunya kita memang harus membentengi anak-anak kita dengan kita didik tentang syariat Islam sejak dini. Contohnya dengan kita ajarkan anak-anak kita untuk menutup aurat dengan benar atau mengajarkan cara bergaul yang baik. Selain itu sahabat, ada hal-hal yang lain yang bisa kita lakukan misalnya dengan hal-hal berikut ini ; memilihkan sekolah yang disana kita bisa ikut berperan aktif dalam mengawasi dan mendidik anak kita, bukan berarti kita harus setiap saat kita berada di sekolah itu lho... Hal yang lain misalnya dengan kita mengawasi pergaulan anak-anak kita, juga termasuk tontonan-tontonan mereka di televisi. Dan masih banyak hal baik lainnya yang bisa kita lakukan untuk membentengi anak-anak kita dari tindakan kekarasan pada anak seperti kejahatan seksual seperti yang kita bicarakan sedari tadi. Sekian...


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 08 Mei 2014
Posted by Unknown

Permainan Lurah - Lurahan

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar sahabat semua? Sehat? Alhamdulillah...

Sahabat pembaca yang baik hatinya, ada yang pernah mendengar nama permainan "Lurah-lurahan"? Yupz, ini bahasa Jawa, kalau diterjemahkan bebas dalam bahasa Indonesia "Kepala Desa-Kepala Desa-an". Dalam Istilah Jawa, kata yang diulang dan diakhiri dengan imbuhan "an" bisa / ada yang berarti menyerupai atau menirukan. Dalam istilah permainan misalnya, ada permainan Kucing-kucingan, itu artinya ada pemain yang berperan menjadi kucing. Namun dalam permainan Lurah-lurahan tidak ada pemain yang berperan menjadi Lurah/Kepala Desa, karena ini hanya nama permainannya saja.



Kalau sedikit dideskripsikan, permainan ini kurang lebih seperti ini : "Alat yang digunakan adalah sekumpulan lidi yang dipotong pendek-pendek, mungkin bisa antara 10-15cm saja. Diantara kumpulan potongan lidi itu, ada yang dipatahkan dibentuk menyerupai cangkul, nah itu yang disebut sebagai Lurahnya. Cara bermaiinyapun cukup sederhana, secara bergantian pemain bisa menggenggam kumpulan lidi itu, kemudian ditebarka ke arena permainan. Arena permainannya pun cukup dengan lantai diberikan garis pembatas misalnya dengan ukuran 30cm persegi. Ketika melemparkan tidak boleh keluar dari garis itu atau terkena hukuman jika keluar. Nah, setelah dilempar, lidi akan saling bertumpukan, setelah itu, tugas pemain adalah mengambil lidi satu per satu, tapi tidak boleh menggerakkan lidi yang lain sedikitpun. Jika bergerak maka mati dan pemain berikutnya mendapatkan giliran. Dan lidi yang menyerupai cangkul (Lurah) boleh digunakan sebagai pengungkit untuk memudahkan mengambil lidi yang lain."

Sahabat pembaca yang baik hatinya, di hari libur kemarin, saya melihat adik-adik saya memainkan permainan itu sahabat. Nah, sayapun tertarik ikut nimbrung bermain. Itung-itung nostalgia waktu SD. hehehe Ketika kita masih kecil, mungkin kita hanya sekedar bermain saja sahabat, padahal ternyata banyak sekali pelajaran yang bisa didapat dari bermain permainan itu, antara lain :


1. Belajar Kehati-hatian
Pelajaran ini bisa didapat dari beberapa bagian, pertama ketika menebarkan tidak boleh keluar dari garis. Ke dua, ketika mengambil lidi tidak boleh menggerakkan lidi yang lainnya.
2. Melatih Konsentrasi
Meskipun hanya bermain, permainan ini memang membutuhkan konsentrasi yang cukup tinggi. Pasalnya, ketika mengambil lidi tentu harus memperhatikikan betul susunan lidi yang ada jangan sampai mengenai lidi yang lain agar tidak bergerak.
3. Belajar Memperhitungkan Resiko
Yups, maksudnya memperhitungkan resiko kurang lebih seperti ini, sebelum mengambil lidi, pemain harus mempertimbangkan "jika ini diambil, kira-kira berpengaruh tidak dengan lidi yang lain? Jika iya, apa? Menjadi mudah diambil, atau bergerak dan saya mati?"
4. Kepemimpinan
Lurah (lidi yang berbentuk cangkul) dalam permainan itu, jika telah berhasil diambil maka bisa berguna untuk mengungkit lidi lain yang ada pada tumpukan agar mudah diambil. Artinya, jika menjadi seorang pemimpin nantinya, salah satu sikap yang patut dicontoh adalah menggunakan kekuasaannya untuk menolong rakyat-rakyatnya.
5. Sabar
Kenapa sabar? Jelas, dengan bersabar maka dalam mengambil lidi tentunya akan lebih tenang dan tidak gegabah, sehingga resiko burukpun akan lebih bisa dihindarkan.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, dari permainan yang cukup sederhana ternyata ada hikmah luar biasa yang barangkali baru sebagian kecil yang saya kutipkan di atas. Memang, permainan-permainan tradisional meskipun sederhana cara dan alat yang digunakan, namun dibalik semua itu pelajaran-pelajaran hidup yang mulia banyak ditanamkan. So, sahabat pembaca yang baik hatinya, gak ada salahnya sahabat bernostalgia dengan permainan-permainan masa kecil sahabat.:') 


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 05 Mei 2014
Posted by Unknown

Memilihkan Fasilitas

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana kabar sahabat hari ini? Adakah yang sedang berbunga-bunga seperti yang saya rasakan? Atau mungkin lebih dari itu? Berbunga-bunga, berdaun-daun, berpohon-pohon sekalian akar-akarnya? (Ngomongin apaan sih?)

Sahabat pembaca yang baik hatinya, pagi ini, saya baru saja berkunjung ke sebuah kantor yang ada di Kota Susu. Kota susu tahu kan? Yupz, Boyolali yang dalam bahasa Inggrisnya Crocodile Forget (yang ini ngawur tingkat tinggi.hehehe), maksud saya Kota yang punya Slogan Tersenyum. Kedatangan saya ke kantor itu bermaksud untuk menemui seorang petinggi di kantor itu. Maklum, yang namanya ketemu dengan orang yang berkesibukan tinggi tentunya bukan hal yang mudah, terlebih kalau belum janjian dan akhirnya saya pun harus menunggu cukup lama. Oleh salah seorang karyawan yang ada di kantor itu, saya diarahkan untuk menunggu di ruang tunggu tamu yang cukup mewah lengkap dengan fasilitas yang cukup bagus. Sambil menunggu, di ruangan itu diputarkan sebuah video kajian untuk para orang tua di layar LCD TV yang lumayan besar. Saya pun menunggu ditemani ceramah oleh seorang ustadz dalam TV itu.


Nah, dalam kajian itu sang ustadz memberikan ceramah tentang fasilitas apa yang baik dan yang kurang baik untuk perkembangan anak. Sang ustadz mengawali dengan bertanya pada audiens “Ibu-ibu, pertemuan sebelumnya saya memberikan PR pada ibu-ibu untuk menanyai atau meminta nak-anak ibu menyebutkan 5 tokoh yang terkenal. Sekarang jawabannya apa bu? Lebih banyak yang menyebutkan Superman, Batman dan teman-temannya atau Nabi Shalallahu’alaihi wassalam dan shahabat-shahabatnya?”. Peserta kajian pun menjawab dengan jujur agak malu-lamu dengan jawaban yang senada satu sama lain, yaitu tokoh-tokoh superhero. Kemudian sang ustadz mengatakan “Itulah hasil dari yang sudah kita lakukan selama ini.” Namun, ada seorang ibu dalam kajian itu sedikit mengelak dengan mengatakan “Tapi saya tidak pernah mengajarkan itu tadz.” Dengan bijak sang ustadz mengatakan “Ibu yang saya hormati, dalam kita mendidik anak, tentu kita harus pahami dulu bahwa pendidikan itu tidak hanya dalam keluarga saja, melainkan ada factor besar yang lainnya, sekolah dan lingkungan misalnya. Jika semua itu lepas dari control kita, tentu juga bisa membahayakan, terlebih jika kita tidak membentengi anak-anak kita dengan ilmu agama yang cukup, akan sangat mudah pengaruh-pengaruh negative masuk dalam diri anak kita. Nah, terkhusus kasus yang tadi, bagaimana anak-anak kita lebih hafal superhero daripada tokoh-tokoh Muslim, coba saya tanya pada ibu-ibu semuanya, Apakah ada diantara ibu-ibu di rumah ada yang tidak mempunyai TV?” Serentak ibu-ibu yang hadir sepakat mengatakan bahwa mereka semua mempunyai televisi. Kemudian ustadz pun melanjutkan “Nah, itulah ibu-ibu sekalian, barangkali itu yang belum kita sadari, kita memang tidak mengajarkan secara langsung, tapi kita memberikan fasilitas untuk anak-anak kita mengenal tokoh-tokoh itu. Dan mungkin yang belum kita lakukan adalah memberikan fasilitas juga bagi anak-anak kita untuk lebih mudah belajar tentang agama islam kita ini.”


Sahabat pembaca yang baik hatinya, coba kita bandingkan dengan kondisi di keluarga kita sahabat. Bagaimana anak-anak kita menikmati fasilitas yang kita berikan? Lebih banyak mana? Fasilitas yang mengarahkan anak-anak kita pada kebaikan (Islam) atau justru sebaliknya? So, sahabat pembaca yang baik hatinya, jika kita sudah terlanjur mengikuti tuntutan jaman dengan memberikan fasilitas seperti yang tercontoh di atas, ada baiknya kita juga membangunkan benteng pendidikan agama bagi anak-anak kita dengan porsi yang jauh lebih besar daripada saat-saat mereka bisa menikmati fasilitas-fasilitas itu.


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 28 April 2014
Posted by Unknown

Emansipasi di Negeri Kapital

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Hampir saja hari ini saya lupa menyapa sahabat lewat tulisan ini…waaaaahhhh bisa-bisa ada yang kangen nih (pede dikit boleh kaannn? Hehehe)

Sahabat pembaca yang baik hatinya, beberapa hari yang lalu saya menyaksikan siaran televisi yang sebenarnya acara humor. Lebih tepatnya dialog humor gitu lah. Kali itu tema yang diangkat tentang emansipasi wanita “Wanita karir atau Ibu rumah Tangga?” kurang lebih seperti itu judul pembahasannya. Entah memang sudah disetting atau benar-benar asli tanpa rekayasa, disana terjadi perdebatan yang cukup menarik. Salah seorang narasumber yang dia ini merupakan wanita yang boleh dibilang lebih sukses daripada suaminya secara materi, begitu ‘ngotot’ mengatakan bahwa wanita di jaman sekarang ini jangan mau kalah dengan laki-laki, wanita harus berkarir, toh buktinya hasilnya (materi) juga bisa lebih besar. Dia berpendapat bahwa menjadi ibu rumah tangga saja merupakan pengekangan, lagi pula mengurus rumah tangga itu bukan tugas istri semata, tapi juga suami dan gampangnya sekarang bisa menggunakan jasa pembantu untuk mengurusi urusan rumah termasuk anak-anak.


Terlepas dari scenario atau bukan, ada hal yang cukup menarik disana, karena pada kenyataannya memang banyak kasus serupa yang terjadi di kanan-kiri kita. Suami istri semua bekerja diluar dan urusan rumah diserahkan pembantu. Katanya demi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apakah itu salah? Saya tidak akan membahas benar atau salahnya disini, karena kesemuanya itu akan memiliki kelebihan dan kekeurangan masing-masing, yang barang kali sahabat semua lebih bisa menerangkannya.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, terkadang ada sudut pandang yang salah dalam memaknai bekerja dalam rumah tangga. Ketika seorang suami ditanya “Istrimu aktivitasnya apa?” terkadang menjawab dengan “Cuma dirumah, ndak kerja kok, Cuma jadi ibu rumah tangga.” Meremehkan, itu barangkali kata yang tepat untuk menggambarkan bagi seorang suami yang menjawab dengan mengatakan “Cuma” seperti contoh tadi. Padahal, Kalau dihitung jenis dan jumlah pekerjaan yang dilakukan, barang kali apa yang dikerjakan seorang suami hanya sekian persen saja dari yang dilakukan seorang istri sebagai ibu rumah tangga. Merasa tidak terima dengan diremehkan, tak sedikit istri yang akhirnya memilih untuk berkarir diluar, mencari penghasilan secara materi. Dengan dalih demi mencukupi kebutuhan karena hasil suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, pada akhirnya, ketika semua egois seperti ilustrasi di atas, sering kali anak menjadi korban. Waktu untuk interaksi dengan orang tua menjadi langka. Belaian kasih sayang ibu menjadi mahal. Karena masing-masing sibuk hanya untuk mencari materi, materi dan materi yang ketika kembali ditanya akan menjawab “ini semua juga demi anak”.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, coba, kita renungkan kembali, kenapa ketika mendengar kata bekerja, yang terngiang pertama kali adalah penghasilan/uang/materi? Seorang ustadz dalam sebuah kajian menasehati saya bahwa “Ketika kamu bekerja, jangan hanya mencari materi (uang), carilah Allah. Insya’ Allah akan dicukupkan bagimu apa-apa yang kamu butuhkan, bukan hanya sekedar yang kamu inginkan.” Dalam Qur’an, tak banyak pula ayat yang mengajarkan kita untuk bekerja menumpuk-numpuk dunia. Bahkan kita hanya dianjurkan agar tidak melupakan bagian kita di dunia, seperti yang tertuang dalam QS. Al Qosos (28) ayat 77. “Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan jangan kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia….”


Sahabat pembaca yang baik hatinya, jika kita memaknai emansipasi hanya sebagai bentuk kebebasan seseorang (wanita) untuk dapat melakukan hal yang sama seperti laki-laki, termasuk dalam mencari nafkah, yang ujung-ujungnya bisa memicu persaingan dalam keluarga bahkan saling menyombongkan diri dengan penghasilannya masing-masing, maka alangkah meruginya diri kita. Sah-sah saja dalam rumah tangga semua bekerja yang menghasilkan uang, hanya saja tentu porsi dan cara serta tujuannya yang harus dikontrol agar tidak menimbulkan hal-hal yang justru jauh dari kata kebaikan. So, Emansipasi bukanlah sekedar materi.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 24 April 2014
Posted by Unknown

Kartini Islam

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, alhamdulillah kali ini saya masih diberikan Allah nikmat sehat dan sempat jadi pada hari yang berbahagia cerah dan meriah (halah lebay ya) saya bisa sedikit membagi kembali ilmu kepada sahabat pembaca sekalian. 

Sahabat pembaca yang baik hatinya, seperti yang kita ketahui bulan ke empat dalam kalender Masehi adalah bulan April. Banyak hal yang spesial berlangsung selama bulan April ini, sebagai contoh tetangga saya lahir dibulan April (mengenai nama dan tanggal serta tahun pastinya kita abaikan saja hehee). Hal yang tak kalah spesial yang selalu diperingati setiap bulan April jatuh pada tanggal 21, ada yang tahu apa? Hayooo apa? Anda penasaran? Sama saya juga?. Ya,,, saya akan memberi jawaban secara cuma-cuma, acara yang diperingati setiap tanggal 21 April adalah Hari Kartini. 


Apa yang menjadikannya spesial sehingga harus diperingati setiap tanggal 21? Sebagai informasi tambahan, Hari Kartini diperingati adalah untuk mengenang pahlawan yang bernama Kartini. Sahabat tentu tahu apa saja peran dan jasa Kartini kepada bangsa Indonesia. Yup, beliau mengangkat emansipasi wanita pada masanya dahoeloe. Naah,,,yang akan saya bahas hari ini adalah sebenarnya bagaimana emansipasi itu sesungguhnya dalam islam dan bagaimana seharusnya putra-putri kita dididik mengenai hal ini. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, sekedar memberi ilmu tambahan. Emansipasi berasal dari kata “emancipatio” yang asal kata sebenarnya adalah pembebasan dari tangan kekuasaan. Pada zaman Romawi kuno, emansipasi adalah sebuah tindakan pembebasan hak anak dari pengekangan orang tua mereka. Emansipasi yang dibawa oleh Kartini pada zaman dahulu adalah emansipasi yang membebaskan wanita untuk memiliki hak yang sama dengan kamu laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Karena seperti sahabat tahu, wanita pada zaman dahulu dinilai sebelah mata terutama dalam bidang pendidikan dan peran sertanya dalam memajukan lingkungan. Namun pada masa sekarang, emansipasi kemudian diartikan sebagai persamaan derajat antara wanita dan laku-laki. Persamaan derajat yang benar-benar sejajar dan sama rata. Orang-orang dari barat membawa misi ini dengan tujuan menjadikan wanita memiliki jenjang yang sama dengan laki-laki, baik dari segi pendidikan, kekuasaan, harta benda, bahkan posisinya dalam suatu rumah tangga.
Lantas bagaimana sebenarnya islam menilai mengenai emansipasi ini? Sahabat pembaca yang baik hatinya, jauh sebelum bangsa barat memperkenalkan mengenai emansipasi ini. Islam mengangkat derajat wanita islam dalam keterpurukan kejahiliyahan.
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusu’ ... Allah telahmenyediakan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar” (AlAhzab : 35). Menurut tafsir Imam Ibnu Katsir menyebutkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pertanyaan para wanita “mengapa dalam Al-Qur’an disebutkan para lelaki sementara para perempuan tidak” maka kemudian turunlah ayat tersebut. Nah,,,sahabat dari ayat dan tafsir di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa sesungguhnya Allah tidak membedakan antara hak perempuan dan laki-laki dalam hak kepada Allah dan hak pengampunan. 


Dalam sebuah cerita lain disebutkan bahwa Rosulullah mengabulkan permintaan kaum wanita untuk mendapatkan pertemuan khusus bagi mereka untuk memperlajari ilmu yang sama didapatkannya oleh para kaum laki-laki. Namun kebabasan yang diberikan ini bukanlah kebebasan yang kebablasan, sehingga para kaum wanita masih tetap mengetahui bahwa tugas utamanya adalah sebagai ‘madrasatul uula’ madrasah pertama bagi anak-anaknya. 


Nah sahabat, mengenang jasa pahlawan merupakan salah satu cara untuk menghargai apa yang sudah beliau sumbangkan bagi kehidupan kita di masa kita sekarang ini. Tentu menanamkan ini kepada buah hati kita adalah hal yang penting. Namun, memberikan juga informasi tentang bagaimana islam mengaturnya dan hubungannya dengan Allah juga tidak kalah penting. Sehingga buah hati kita tidak hanya mendapat ilmu kosong tanpa isian ilmu aqidah. 


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 17 April 2014
Posted by Unknown

Zona Selamat Sekolah

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, pernahkah sahabat melintasi jalan raya yang disana diberikan rambu seperti judul di atas? Emmm biasanya rambu-rambu ini berupa jalan yang berada di depan sekolah kemudian dicat dengan warna merah lengkap dengan tulisan Zona Selamat Sekolah. Rambu-rambu ini dimaksudkan agar para pengendara kendaraan bermotor memperlambat laju kendaraannya ketika melewati jalan tersebut di jam-jam tertentu yaitu biasanya ketikan jam berangkat dan pulang sekolah. Tentunya dimaksudkan untuk menjaga keselamatan anak-anak yang keluar masuk sekolah dan juga para pengguna jalan yang lainnya. Sikap ini tentu wajib dilestarikan, selain untuk mewujudkan dari tujuan dibuatnya rambu-rambu itu sendiri, menurut saya ada sebuah filisofi menarik yang coba akan saya bahas pada kesempatan kali ini.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, maksud dari dibuatnya rambu-rambu tersebut menurut saya adalah untuk melindungi dan mendahulukan anak-anak sekolah itu sendiri dalam menuju aktivitas sekolahnya. Artinya, siapapun yang akan melintasi jalan yang bertuliskan Zona Selamat Sekolah tersebut hendaknya mendahulukan dan memberikan kesempatan anak-anak yang mungkin akan menyeberang terlebih dahulu, tentu salah satunya agar anak-anak ini tidak terlambat masuk kelasnya. Bayangkan bila dalam kondisi jalan yang padat, kemudian semua pengendara kendaraan bermotor ‘egois’ melintas tanpa memperhatikan rambu-rambu tersebut! Bukan tidak mungkin anak-anak yang akan menyeberang menuju sekolahnya itu akan jadi terhambat dan akhirnya telat masuk kelas karena arus kendaraan yang tak pernah putus atau bahkan tidak mau untuk sekedar berjalan pelan. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, sering kita dengar ungkapan bahwa “Sesuatu yang besar dapat diwujudkan dari hal yang sederhana.” Menurut saya ungkapan itu cukup sesuai dengan tema tulisan saya kali ini, bagaimana hanya dengan mendahulukan anak-anak untuk segera menuju sekolahnya, dengan contoh kecil kita mentaati rambu-rambu Zona Selamat Sekolah, itu artinya kita sudah turut mempersiapkan generasi penerus yang baik untuk bangsa ini? Kok bisa? Baik, kita akan buat kronologinya. Seorang anak akan menyeberang jalan didepan sekolahnya kemudian dari kejauhan, seorang pengendara mobil akan melintas, si anakpun menunggu mobil itu melintas. Karena melihat anak tersebut, sang sopir melambatkan laju kendaraannya sampai hampir berhenti dan memberikan isyarat kepada anak tersebut untuk menyeberang. Si anak pun akhirnya berhasil menyeberang dengan selamat dan masuk ke kelasnya tepat waktu dan si anakpun dapat mengikuti pelajaran dengan tenang dari awal sampai selesai. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, sekarang kita bandingkan dengan kasus yang ke dua. Seorang anak akan menyeberang jalan didepan sekolahnya kemudian dari kejauhan, seorang pengendara mobil akan melintas, si anakpun menunggu mobil itu melintas sampai mobil itupun melintas dengan kencangnya. Setelah mobil itu melintas, ternyata dibelakangnya masih ada kendaraan lainnya, si anak pun harus menunggu lagi, lagi dan lagi. Kondisi ini berjalan sekitar 30 menit dan belum juga terputus arus kendaraannya bahkan makin deras. Tiba-tiba ada sebuah kesempatan dimana jalan itu lengang dan akhrinya si anak dapat menyeberang. Tapi, ternyata si anak sudah terlambat dan tidak boleh masuk kelas sebelum mendapatkan surat dari Guru BP/BK di sekolah itu. Untuk mendapatkan surat, si anak harus menerima hukuman lari keliling halaman sekolah terlebih dahulu. Masuk kelas, anak ini masih kena marah. Dalam kondisi lelah dan tertekan tentu si anak akan berkurang daya tangkapnya terhadap pelajaran bahkan kadang sama sekali tidak bisa mengikuti pelajaran.


Nah, sahabat pembaca yang baik hatinya, peduli terhadap pendidikan (sekolah) anak tidak serta-merta kita harus menjadi guru atau pendidik di sekolah. Melakukan hal sederhana pun bisa menjadi wujud kepedulian kita, seperti yang sudah dicontohkan di atas. Dan tentunya masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan. So, mari kita katakan pada anak-anak kita “Anak-anak ku, kalian memasuki zona SELAMAT SEKOLAH, bersekolahlah dengan sungguh-sungguh dan raihlah cita-citamu serta jadilah generasi yang membanggakan.”


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 14 April 2014
Posted by Unknown

Guru Terbaik

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Hari ini saya akan menyampaikan sebuah cerita yang saya angkat dari sebuah kejadian nyata.

Dalam sebuah pelatihan, ketika itu saya menjadi juru kamera, ada sebuah kejadian yang bisa dibilang lucu tapi juga memalukan. Lucu bagi yang melihat tapi memalukan bagi yang mengalami. Kurang lebih seperti ini kejadiannya, seorang peserta diminta maju ke depan untuk menerima tantangan. Nah, majulah seorang anak laki-laki dari sekian banyak peserta. Pembicara pun mulai memberikan tantangan, yaitu meminta peserta tadi untuk melemparkan bola masuk ke dalam sebuah wadah dengan jarak tertentu. Lemparan pertama gagal, kemudian pembicara meminta untuk maju satu langkah. Langkah pertama biasa saja, dan belum cukup mampu membuat lemparan bolanya masuk sasaran karena jarak masih cukup jauh. Kemudian pembicara meminta untuk maju lagi satu langkah dan di langkah ke dua ini dilakukan dengan sangat semangat dan sejauh mungkin yang dia mampu lakukan.Tapi, tetap saja belum berhasil. Dan terakhir, pembicara meminta untuk maju satu langkah lagi, kali ini bukan melangkah yang ia lakukan, tapi melompat sehingga jarak menjadi sangat dekat dengan sasaran. 


Tapi ada sedikit kejanggalan dari tingkah si anak ini setelah melompat tadi, seakan kurang nyaman untuk bergerak sedikitpun, dan ternyata celana si anak ini robek dibagian yang 'emmmm rasanya tidak perlu saya sebutkan'. Sontak, semua peserta langsung tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan kejadian itu. Dengan wajah malu, peserta tadi tetap melanjutkan tantangan dari pembicara dan akhrirnya hadiah pun diperolehnya. Setelah sedikit saya perhatikan model celana si anak ini, menurut saya memang kurang sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Yupz, kalau sahabat tau model celana pensil? yah, barangkali seperti itulah celana yang dikenakannya, mungkin ingin bergaya kali ya? :')

Sahabat pembaca yang baik hatinya, ada sudut pandang lain yang coba saya pakai untuk menilai kejadian itu, yaitu dengan sebuah pertanyaan "Bagaimana kalau anak kita yang mengalami kejadian itu. Sedangkan kita menyaksikannya?" Apa jawaban sahabat? Ikut mentertawakan kah? atau tertunduk malu kah? Silakan dijawab sendiri-sendiri. Sahabat pembaca yang baik hatinya, kejadian itu memanglah kejadian yang sederhana dan boleh dikatakan sepele. Tapi, akibat yang diterima si anak mungkin akan lebih besar, entah diledek teman-temannya, atau enggan untuk mengekspresikan kemampuannya lantaran trauma dan lain sebagainya. Sekarang coba kita tarik ke belakang, apakah ada faktor dari kita sebagai orang tua? Apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk anak kita?

Mari kita jawab, pertama si anak ini tidak mematuhi perintah pembicara, karena saking semangatnya, disuruh melangkah tapi dia melompat. Tugas bagi kita untuk membuat anak-anak kita semangat dalam menjalani aktivitas-aktivitasnya, karena kita tau, dengan semangat itu pasti akan membuat segala aktivitas menjadi terasa lebih ringan untuk dilakukan. Tetapi, tugas kita pula untuk mengingatkan bahwa segala sesuatu yang telah diatur itu pasti ada tujuannya. Misalnya dalam beribada shalat, kenapa diatur sedemikian rupa waktu juga tata caranya tentu ada maksud dari semua itu. Nah, kepatuhan kepada aturan yang baik dan yang benarlah yang seharusnya kita tanamkan pada diri anak-anak kita sejak dini.


Ke dua, si anak ini mengenakan celana yang kurang pas modelnya dengan aktivitas yang dilakukannya. Tentu saja akan sangat berisiko dengan model celana sempit itu sedangkan dia melompat-lompat. Maksudnya seperti ini sahabat, kita hendaknya juga mengajarkan pada anak-anak kita untuk menempatkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya. Bersikap sewajarnya dan tidak berlebih-lebihan.

So, sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita ajarkan pada anak-anak kita agar mereka mematuhi aturan-aturan yang baik dan benar dan juga bersikap yang baik serta dalam batas keajawaran, agar kelak mereka tidak pernah merasa malu dan menjadi bahan tertawaan. Tentu saja bukan hanya di hadapan manusia saja, lebih dari itu, jangan sampai anak-anak kita kelak harus tertunduk malu di hadapan Rabbnya lantaran tingkah lakunya di dunia. Tetapi, mereka bisa menjadi umat yang membanggakan lantaran prestasi-prestasi yang telah dilakukannya. Tentu saja semua itu tidak terlepas dari peran kita. Peran untuk apa? Peran untuk menjadi teladan yang baik bagi mereka. 


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 10 April 2014
Posted by Unknown

Siapa yang Memalukan?

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar sahabat hari ini? Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.

Sababat pembaca yang baik hatinya, ada sebuah cerita tentang sebuah ajang perlobaan mendongeng anak-anak. Terang saja, yang namanya lomba dongeng anak-anak tentu saja pesertanya juga anak-anak. Untuk mempersiapkan lomba ini, setiap peserta diberikan waktu selama satu bulan untuk berlatih di rumah bersama orang tua sebagai pelatihnya. Nah, tentu saja mau tidak mau setiap orang tua peserta juga ikut berlatih dan belajar tentang materi yang harus disampaikan agar bisa mengajari si anak.


Ada salah seorang anak yang juga peserta, sebut saja namanya Putri. Selama satu bulan Putri juga seperti peserta yangh lain, berlatih untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin. Sampai tibalah hari dimana lomba itu dilaksanakan. Sesuai nomor undian, Putri mendapat giliran nomor 7. Sambil menyaksikan satu-persatu peserta lain tampil, Putri terus berusaha untuk mengingat-ingat hasil latihannya. Sampai tiba sang MC memanggil "Kita sambut peserta no 7, Puuutriiiiii..." Kemudian naiklah si Putri ke atas panggung. Tapi, entah karena apa, ditengah-tengah ia bercerita, tiba-tiba Putri terdiam seolah lupa tentang materi yang sudah dihafalkannya sebelumnya. Melihat kejadian itu, sang Ibu memberi sambutan yang kurang positif dan berteriak "Kamu ini bagaimana???!!! Mama sudah ngajarin kamu sebulan, masa' gitu aja gak bisa? mama kecewa sama kamu. Kamu ini malu-maluin Mama aja!!!" Tentu saja si anak langsung tertunduk malu dan mulai meneteskan air mata mendengar Mamanya mengatakan seperti itu di atas panggung. 


Melihat kejadian itu, sang MC langsung mendekati Putri dan memeluknya kemudian berkata "Baik, hadirin sekalian, karena hari ini ternyata Putri baik hati pada Mamanya, maka kali ini Putri akan berbagi waktu pada mamanya untuk melanjutkan ceritanya. Mari, kita sambut dengan meriah, Mama Putriiii..." Setelah sempat menolak beberapa saat, akhirnya Mama Putripun mau naik ke atas panggung. Tapi apa yang terjadi sahabat? Jangankan untuk melanjutkan cerita, untuk mengucapkan sepatah katapun si Mama ini tah mampu dan akhirnya turun dari panggung dengan wajah malu penuh penyesalan.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, sungguh sikap yang kurang bijaksana yang dilakukan si Mama dalam cerita itu. Karena kecewa dengan penampilan si anak, si Mama langsung menghujat di depan umum seperti itu. Tapi disisi lain ia tidak mengerti bahwa ini adalah proses belajar si anak dan bukan sesuatu yang buruk ketika dalam belajar mengalami sebuah kegagalan. Mungkin si Mama bermaksud agar anak termotivasi dan melanjutkan ceritanya, tapi dalam keadaan seperti itu yang ada anak justru semakin tertekan dan barang kali akan lebih baik jika si Mama tersebut membesarkan hati si anak. Bukankan sesuatu yang semakin memalukan kalau ternyata si Mama juga tidak mampu seperti itu?

Sahabat pembaca yang baik hatinya, tulisan ini akan saya tutup dengan sebuah nasehat yang sering diucapkan bapak saya (meskipun beliau bukan orang terkenal, boleh dong saya sebuuut?) kurang lebih seperti ini nasehat beliau "Jangan menasehati anak di depan orang banyak, apalagi memarahinya, karena itu hanya akan mebuat dia malu. Carilah waktu yang tepat dan ajak bicara empat mata."


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 03 April 2014
Posted by Unknown

Berapa Hargamu di Hadapan Allah?

Assalamu'alaikum ahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar sahabat hari ini? Semoga senantiasa semangat dengan penuh kesyukuran.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, hari ini gunung merapi kembali memuntahkan abu vulkanik, bahkan di beberapa tempat sempat hujan abu disertai kerikil. Termasuk di tempat tinggal saya juga termasuk jalur yang kebagian hujan abu yang Insya' Allah akan menyuburkan nantinya. Ingatan saya tertuju pada kajian yang saya ikuti semalam, sebuah materi yang disampaikan tentang bagaimana keadaan manusia-manusia pada saat ini. Yang barangkali kejadian-kejadian seperti yang terjadi siang ini adalah wujud dari sebuah peringatan bagi kita semua.

Sering dalam keseharian kita, dalam obrolan-obrolan kita dengan rekan-renan kita, kita menanyakan "Berapa harga Mobilmu?" atau "Berapa harga Laptopmu?" atau "Motor seperti ini berapa sekarang?" atau juga "Wah, hape mu canggih banget, mahal ya?" dan pertanyaan-pertanyyan lain yang senada. Tapi coba, pernahkah kita menenyakan "Berapa Harga kita di Hadapan Allah?" atau "Berapa harga keluarga kita di hadapan Allah?"

Kesibukan dunia, ambisi mengejar materi yang sifatnya sementara seringkali melenakan kita untuk mempermahal harga kita di hadapan Allah, apalagi untuk memikirkan keluarga kita, saya rasa juga akan terlenakan. Apakah kita tidak boleh mencari dunia? Ya tentu saja boleh, bahkan Allah memerintahkan, seperti dalam surah Al Qosos ayat ke 77 "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." Jelas dalam ayat tersebut dikatakan untuk kita tidak melupakan bagian kita di dunia, hanya saja itu kita lakukan setelah akherat yang kita dahulukan.

Banyak orang tua yang memberikan pesan pada anak-anaknya "Kerja yang rajin nak biar rejekinya lancar dan jangan lupa shalat." Kelihatannya pesan ini baik, tapi sepertinya akan lebih baik jika pesan tersebut disampaikan "Shalat yang rajin nak dan kerjanya yang semangat biar rejekinya lancar." Yang intinya bahwa mendahulukan Allah itu amat sangat penting. Sampai-sampai ada sebuah Take Line sebuah komunitas sedekah yang mengatakan "Cari muka di depan Tuhan" yah, tentu karena mereka sadar bahwa pujian dari manusia tak sebanding jika Allah yang memuji dengan cintaNya.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, mari mulai mempermahal diri kita di hadapan Allah, tentunya dengan meningkatkan kwalitas diri kita, kwalitas ibadah kita. Dan ingat pula orang-orang di sekitar kita, keluarga kita, saudara-saudara kita dan juga anak-anak kita. Anak yang berharga mahal di hadapan Allah, tentu akan menjadi bekal istimewa disaat semua telah terputus kecuali 3 perkara yang kita tinggalkan, yang salah satunya adalah anak yang shalih.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 27 Maret 2014
Posted by Unknown

Lembut Sikapmu Kuatkan Ukhuwah

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya,,,

Seorang sahabat berkata pada saya beberapa waktu yang lalu, “Mas, kamu tu mang dipilihin Allah untuk ketemu dan jadi sahabat ku ko ya? Mas ngrasa gitu juga kan? Mas, aku tu mang susah dibilangin, ngeyel pokoknya. Tapi coba deh mas ingat-ingat, kalo pas mas bilang biar aku gak melakukan A, pasti aku langsung protes dan kadang-kadang malah marah. Tapi to Mas, tahu gak, nasehat mas yang dulu itu biar aku gak gini gitu (edit) itu sekarang benar-benar aku tinggalin lho Mas, ya meskipun dulu kita sempat berdebat soal itu sih… Tapi emang gitu ko, dan itu bukan satu-satunya, ada hal-hal yang lain juga…”

Saya pun juga merasa demikian sahabat, kadang sahabat saya ini menasehati tentang sebuah hal, tapi saya juga kadang tidak bisa menerima dan berdebat, tapi, kami punya komitmen ketika salah satu marah yang lain jangan sampai Terpancing emosi dan sebisa mungkin mencari cara yang lain untuk menyampaikan nesehat yang kami rasa baik itu. Alhasil, kamipun menjadikan hubungan kami menjadi tempat yang cukup nyaman untuk saling berbagi.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, bersahabat, berteman, berkeluarga, berorganisasi, bermasyarakat dan hubungan yang lainnya, tentu tidak lepas dari yang namanya konflik. Tapi, kalau kita mau belajar dari konflik itu, justru itu menjadi sebuah sarana untuk kita mendewasakan diri kita. Menyikapi sebuah masalah dengan saling berdebat dan mengeluarkan urat saraf menurut saya hanya akan menambah masalah saja. Hanya sebuah kepuasan yang dicari disana dengan bisa mengalahkan lawan debat.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, Mengalah bukan berarti kalah,itu adalah sportifitas. Minta maaf tak selamanya berarti salah, itu adalah bentuk kedewasaan bersikap. Melembutkan sikap bukan berarti lemah, karena itulah kekuatan untuk membuat sebuah hubungan menjadi semakin erat.

Saya : 100% Kak Wall
Senin, 24 Maret 2014
Posted by Unknown

Mendengarkan Itu Seni

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Salam jumpa kembali. Kali ini saya tidak akan berkenalan, tapi bagi sahabat yang belum tau, nama saya Kak Wall. :’)

Sahabat pembaca yang baik hatinya, beberapa hari yang lalu saya membaca buku tentang sebuah teknik menjual atau bahasa kerennya marketing. Dalam buku itu sahabat, ada sebuah Bab (maksudnya bagian dari buku lho, bukan Buang Air Besar) yang menjelaskan bagaimana teknik berkomunikasi dengan calon pembeli atau juga mungkin yang sudah menjadi pelanggan. Dalam buku itu salah satu teknik menyebutkan bahwa “Mendengarkan itu sebuah seni menjual”, yang ini tolong juga jangan negatif dulu lho sahabat, maksudnya seni itu teknik atau cara, jangan dikira seni itu air kecil… hihihi. Kenapa mendengar itu menjadi sebuah seni menjual? Nah, dalam buku itu disebutkan beberapa manfaatnya, antara lain ; mendengarkan adalah sebuah wujud penghargaan terhadap konsumen dan memndengarkan akan memunculkan banyak ide, karena kita jadi tahu apa yang dibutuhkan konsumen. Kurang lebih seperti itu sahabat.

Namum, pada kenyataannya, terkadang ketika kita menjual sesuatu, kita menjadi enggan mendengarkan apa-apa yang dikatakan pembeli, terlebih jika yang disampaikan pembeli itu sudah kita rasa jauh dari pokok bahasan utuma, terlebih lagi, jika kita merasa pembeli itu memberikan komentar negatif tentang produk kita dan akhirnya kita memilih untuk memotong pembicaraan calon pembeli tersebut yang terkadang bahkan sering kita lakukan dengan cara yang kurang halus. Padahal sahabat, cara seperti itu sebenarnya kurang pas kita lakukan, karena itu justru menunjukkan ketidakdewasaan kita dalam menyikapi apa-apa yang disampaikan pembeli kepada kita.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, setelah dedaunan saya bolak-balik, kemudian padang ilalang saya sibakkan, ada suatu kesamaan yang saya temukan antara teknik menjual yang saya sampaikan di atas dengan bagaimana kita mendidik anak-anak kita Lhooooooooo… Kok bisa? Ya bisa… Maksudnya, mendengarkan anak itu juga sebuah seni mendidik. Coba, sekarang kita hitung-hitung lagi, seberapa sering kita mendengarkan anak-anak kita? Lebih banyak mana dengan berapa banyak kita memotong pembicaraannya dengan mengetakan “Ah, kamu tu masih kecil, sudah ikuti ayah begini saja!” yang akhirnya menjadikan anak-anak kita menjadi enggan untuk berpendapat.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, tentunya tidak ada salahnya kita menghargai anak-anak kita, salah satunya dengan mendengarkan apa pendapat mereka, sehingga kita juga akan menjadi tahu apa-apa yang sebenarnya ada dalam benak mereka. Jangan sampai seperti cerita berikut ini :

(Setting : Sebuah rumah dengan keluarga kecil, seorang ayah, ibu dan satu orang anak. Ketika itu sang ayah baru pulang kerja dan si anak berlari mendekatinya…)

Anak : “Ayah…ayaaaaahh…cepat yah…aku mau ngomong penting.”
Ayah : “Aahh..nanti saja, ayah cape’ mau istirahat dulu..”
Anak : “Ini sangat penting Yah,,,”
Ayah : “Iya, tapi nanti saja!”
Anak : “Pokoknya sekarang…!”
Ayah : “Kamu mau jadi anak yang berbakti kan? Kalau ayah bilang nanti ya nanti!”
Anak : “Tapi yah?”
Ayah : “Sudah, gak ada tapi-tapian. Sekarang kamu panggilkan Ibumu!”
Anak : “Nah, itu dia yah.”
Ayah : “Itu dia apa?”
Anak : “Ibu Yah…”
Ayah : “Kenapa Ibumu? Dimana sekarang?”
Anak : “Mungkin sudah meninggal yah?”
Ayah : “Hah? Kok bisa?”
Anak : “Tadi waktu ayah datang ibu lari mau bukain pintu, tapi terpleset trus masuk kolam.”
Ayah : “Masuk kolam? Ibumu kan ndak bisa renang. Kenapa gak bilang dari tadi?” (Sambil menuju kolam belakang rumah)
Anak : “Ayah tadi gak kasih aku ngomong. Tu kan Yah?”
Ayah&Anak : “Ibuuuuuuuuu……….????” (Ternyata benar, sang Ibu telah tiada)

Sekian sahabat pembaca yang baik hatinya, semoga bermanfaat.

Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 20 Maret 2014
Posted by Unknown
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -