Posted by : Unknown Kamis, 10 April 2014

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Hari ini saya akan menyampaikan sebuah cerita yang saya angkat dari sebuah kejadian nyata.

Dalam sebuah pelatihan, ketika itu saya menjadi juru kamera, ada sebuah kejadian yang bisa dibilang lucu tapi juga memalukan. Lucu bagi yang melihat tapi memalukan bagi yang mengalami. Kurang lebih seperti ini kejadiannya, seorang peserta diminta maju ke depan untuk menerima tantangan. Nah, majulah seorang anak laki-laki dari sekian banyak peserta. Pembicara pun mulai memberikan tantangan, yaitu meminta peserta tadi untuk melemparkan bola masuk ke dalam sebuah wadah dengan jarak tertentu. Lemparan pertama gagal, kemudian pembicara meminta untuk maju satu langkah. Langkah pertama biasa saja, dan belum cukup mampu membuat lemparan bolanya masuk sasaran karena jarak masih cukup jauh. Kemudian pembicara meminta untuk maju lagi satu langkah dan di langkah ke dua ini dilakukan dengan sangat semangat dan sejauh mungkin yang dia mampu lakukan.Tapi, tetap saja belum berhasil. Dan terakhir, pembicara meminta untuk maju satu langkah lagi, kali ini bukan melangkah yang ia lakukan, tapi melompat sehingga jarak menjadi sangat dekat dengan sasaran. 


Tapi ada sedikit kejanggalan dari tingkah si anak ini setelah melompat tadi, seakan kurang nyaman untuk bergerak sedikitpun, dan ternyata celana si anak ini robek dibagian yang 'emmmm rasanya tidak perlu saya sebutkan'. Sontak, semua peserta langsung tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan kejadian itu. Dengan wajah malu, peserta tadi tetap melanjutkan tantangan dari pembicara dan akhrirnya hadiah pun diperolehnya. Setelah sedikit saya perhatikan model celana si anak ini, menurut saya memang kurang sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Yupz, kalau sahabat tau model celana pensil? yah, barangkali seperti itulah celana yang dikenakannya, mungkin ingin bergaya kali ya? :')

Sahabat pembaca yang baik hatinya, ada sudut pandang lain yang coba saya pakai untuk menilai kejadian itu, yaitu dengan sebuah pertanyaan "Bagaimana kalau anak kita yang mengalami kejadian itu. Sedangkan kita menyaksikannya?" Apa jawaban sahabat? Ikut mentertawakan kah? atau tertunduk malu kah? Silakan dijawab sendiri-sendiri. Sahabat pembaca yang baik hatinya, kejadian itu memanglah kejadian yang sederhana dan boleh dikatakan sepele. Tapi, akibat yang diterima si anak mungkin akan lebih besar, entah diledek teman-temannya, atau enggan untuk mengekspresikan kemampuannya lantaran trauma dan lain sebagainya. Sekarang coba kita tarik ke belakang, apakah ada faktor dari kita sebagai orang tua? Apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk anak kita?

Mari kita jawab, pertama si anak ini tidak mematuhi perintah pembicara, karena saking semangatnya, disuruh melangkah tapi dia melompat. Tugas bagi kita untuk membuat anak-anak kita semangat dalam menjalani aktivitas-aktivitasnya, karena kita tau, dengan semangat itu pasti akan membuat segala aktivitas menjadi terasa lebih ringan untuk dilakukan. Tetapi, tugas kita pula untuk mengingatkan bahwa segala sesuatu yang telah diatur itu pasti ada tujuannya. Misalnya dalam beribada shalat, kenapa diatur sedemikian rupa waktu juga tata caranya tentu ada maksud dari semua itu. Nah, kepatuhan kepada aturan yang baik dan yang benarlah yang seharusnya kita tanamkan pada diri anak-anak kita sejak dini.


Ke dua, si anak ini mengenakan celana yang kurang pas modelnya dengan aktivitas yang dilakukannya. Tentu saja akan sangat berisiko dengan model celana sempit itu sedangkan dia melompat-lompat. Maksudnya seperti ini sahabat, kita hendaknya juga mengajarkan pada anak-anak kita untuk menempatkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya. Bersikap sewajarnya dan tidak berlebih-lebihan.

So, sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita ajarkan pada anak-anak kita agar mereka mematuhi aturan-aturan yang baik dan benar dan juga bersikap yang baik serta dalam batas keajawaran, agar kelak mereka tidak pernah merasa malu dan menjadi bahan tertawaan. Tentu saja bukan hanya di hadapan manusia saja, lebih dari itu, jangan sampai anak-anak kita kelak harus tertunduk malu di hadapan Rabbnya lantaran tingkah lakunya di dunia. Tetapi, mereka bisa menjadi umat yang membanggakan lantaran prestasi-prestasi yang telah dilakukannya. Tentu saja semua itu tidak terlepas dari peran kita. Peran untuk apa? Peran untuk menjadi teladan yang baik bagi mereka. 


Saya : 100% Kak Wall

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -