Posted by : Unknown Kamis, 20 Maret 2014

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Salam jumpa kembali. Kali ini saya tidak akan berkenalan, tapi bagi sahabat yang belum tau, nama saya Kak Wall. :’)

Sahabat pembaca yang baik hatinya, beberapa hari yang lalu saya membaca buku tentang sebuah teknik menjual atau bahasa kerennya marketing. Dalam buku itu sahabat, ada sebuah Bab (maksudnya bagian dari buku lho, bukan Buang Air Besar) yang menjelaskan bagaimana teknik berkomunikasi dengan calon pembeli atau juga mungkin yang sudah menjadi pelanggan. Dalam buku itu salah satu teknik menyebutkan bahwa “Mendengarkan itu sebuah seni menjual”, yang ini tolong juga jangan negatif dulu lho sahabat, maksudnya seni itu teknik atau cara, jangan dikira seni itu air kecil… hihihi. Kenapa mendengar itu menjadi sebuah seni menjual? Nah, dalam buku itu disebutkan beberapa manfaatnya, antara lain ; mendengarkan adalah sebuah wujud penghargaan terhadap konsumen dan memndengarkan akan memunculkan banyak ide, karena kita jadi tahu apa yang dibutuhkan konsumen. Kurang lebih seperti itu sahabat.

Namum, pada kenyataannya, terkadang ketika kita menjual sesuatu, kita menjadi enggan mendengarkan apa-apa yang dikatakan pembeli, terlebih jika yang disampaikan pembeli itu sudah kita rasa jauh dari pokok bahasan utuma, terlebih lagi, jika kita merasa pembeli itu memberikan komentar negatif tentang produk kita dan akhirnya kita memilih untuk memotong pembicaraan calon pembeli tersebut yang terkadang bahkan sering kita lakukan dengan cara yang kurang halus. Padahal sahabat, cara seperti itu sebenarnya kurang pas kita lakukan, karena itu justru menunjukkan ketidakdewasaan kita dalam menyikapi apa-apa yang disampaikan pembeli kepada kita.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, setelah dedaunan saya bolak-balik, kemudian padang ilalang saya sibakkan, ada suatu kesamaan yang saya temukan antara teknik menjual yang saya sampaikan di atas dengan bagaimana kita mendidik anak-anak kita Lhooooooooo… Kok bisa? Ya bisa… Maksudnya, mendengarkan anak itu juga sebuah seni mendidik. Coba, sekarang kita hitung-hitung lagi, seberapa sering kita mendengarkan anak-anak kita? Lebih banyak mana dengan berapa banyak kita memotong pembicaraannya dengan mengetakan “Ah, kamu tu masih kecil, sudah ikuti ayah begini saja!” yang akhirnya menjadikan anak-anak kita menjadi enggan untuk berpendapat.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, tentunya tidak ada salahnya kita menghargai anak-anak kita, salah satunya dengan mendengarkan apa pendapat mereka, sehingga kita juga akan menjadi tahu apa-apa yang sebenarnya ada dalam benak mereka. Jangan sampai seperti cerita berikut ini :

(Setting : Sebuah rumah dengan keluarga kecil, seorang ayah, ibu dan satu orang anak. Ketika itu sang ayah baru pulang kerja dan si anak berlari mendekatinya…)

Anak : “Ayah…ayaaaaahh…cepat yah…aku mau ngomong penting.”
Ayah : “Aahh..nanti saja, ayah cape’ mau istirahat dulu..”
Anak : “Ini sangat penting Yah,,,”
Ayah : “Iya, tapi nanti saja!”
Anak : “Pokoknya sekarang…!”
Ayah : “Kamu mau jadi anak yang berbakti kan? Kalau ayah bilang nanti ya nanti!”
Anak : “Tapi yah?”
Ayah : “Sudah, gak ada tapi-tapian. Sekarang kamu panggilkan Ibumu!”
Anak : “Nah, itu dia yah.”
Ayah : “Itu dia apa?”
Anak : “Ibu Yah…”
Ayah : “Kenapa Ibumu? Dimana sekarang?”
Anak : “Mungkin sudah meninggal yah?”
Ayah : “Hah? Kok bisa?”
Anak : “Tadi waktu ayah datang ibu lari mau bukain pintu, tapi terpleset trus masuk kolam.”
Ayah : “Masuk kolam? Ibumu kan ndak bisa renang. Kenapa gak bilang dari tadi?” (Sambil menuju kolam belakang rumah)
Anak : “Ayah tadi gak kasih aku ngomong. Tu kan Yah?”
Ayah&Anak : “Ibuuuuuuuuu……….????” (Ternyata benar, sang Ibu telah tiada)

Sekian sahabat pembaca yang baik hatinya, semoga bermanfaat.

Saya : 100% Kak Wall

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -