Posted by : Unknown Kamis, 05 Juni 2014

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, seperti biasanya dalam keseharian saya, mulai dari pagi sampai siang bahkan terkadang sore lebih sering saya habiskan di jalanan dan berkeliling untuk silaturrahim ke berbagai tempat. Bertemu dengan saudara baru maupun untuk kembali menyapa rekan yang sudah sering ketemu atau pun yang lama tak bersua.Yah, itulah pekerjaan yang saya cintai sampai saat ini.

Akhir-akhir ini saya rasakan udara diluar yang cukup tinggi suhunya dan ditambah terik yang kadang menyengat. Sauasana seperti itu bagi orang yang berada di lapangan (kerja luar rumah/kantor) sering menghadirkan rasa lelah yang sangat, mengantuk dan terkadang sampai mengeluh. Apa yang dikeluhkan? Yupz, seperti judul di atas, The Hot Is Not Public. Itu adalah bahasa Inggris salah paham, meskipun salah, banyak yang paham. Plesetan maksudnya. Hehehe Dari bahasa jawa "Panase ra umum" alias panas banget.
Begitupun saya, dalam kondisi panas yang menyengat dan membuat kulit saya yang tadinya hitam menjadi gelap, terkadang saya harus menyempatkan diri untuk terkapar di serambi masjid sejenak untuk mengembalikan tenaga.



Siang ini, seperti biasa, jalanan kota hingga pelosok saya lewati. menembus ramainya lalu lintas kota hingga membelah bukit menuju sebuah tempat yang berada tepat di lerang Pegunungan selatan. Sekembali dari tujuan, dalam perjalanan, saya terhenti beberapa saat di sebuah perempatan kota, persimpangan jalan tanpa lampu lalu lintas mengharuskan bagi para penyeberang harus super sabar menunggu kendaraan dari arah yang lain melintas semua. Tapi sedikit berbeda siang ini di tempat itu. Seorang bapak-bapak paruh baya berdiri ditengah jalan lengkap dengan peluit membantu mengatur lalu lintas. Alhasil, menyeberang pun menjadi lebih cepat dan mudah, dengan bantuan bapak-bapak tadi. Siapakah beliau? awalnya, saya kira seorang petugas yang berwenang, ternyata, setelah saya perhatikan dengan seksama, jauh dari kata "Petugas" yang awalnya saya pikirkan. Dari penampilan, memang terlihat hanya orang biasa, hanya saja mengenakan Rompi layaknya seorang petugas. Lalu saya sebut sebagai Pahlawan Jalan Raya. 

Pernah bertanya dalam benak saya "Siapa yang bayar ya?" Kemudian muncul dalam ingatan waktu yang telah lampau tentang obrolan saya dengan seorang teman. Teman saya ini tinggal di Kota Gudeg dan mengatakan "Kalau disini banyak orang-orang yang seperti itu, dan mereka tidak ada yang bayar secara tetap, hanya pengguna jalan yang merasa terbantu dan mengikhlaskan barang seribu atau dua ribu untuk mereka kumpulkan. Tentu saja hasilnya ndak pasti.Kadang juga ada yang memberikan sebatang rokok."


Sahabat pembaca yang baik hatinya, Luar biasa. Ada sebuah sikap yang mungkin bisa kita jadikan Ibrah (pelajaran), yaitu bagaimana orang-orang ini mengikhlaskan waktunya untuk membantu orang lain, berpanas-panasan di tengah jalan, tanpa tau orang-orang yang dibantu akan memperhatikan mereka ataupun tidak. Dan tentunya yakin bahwa Allah lah yang akan memberikan balasan dari kebaikan yang mereka lakukan, bisa jadi melalui tangan-tangan mereka yang melintas ataupun dari jalan yang lainnya.


Saya : 100% Kak Wall

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -