Archive for Maret 2014

Berapa Hargamu di Hadapan Allah?

Assalamu'alaikum ahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar sahabat hari ini? Semoga senantiasa semangat dengan penuh kesyukuran.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, hari ini gunung merapi kembali memuntahkan abu vulkanik, bahkan di beberapa tempat sempat hujan abu disertai kerikil. Termasuk di tempat tinggal saya juga termasuk jalur yang kebagian hujan abu yang Insya' Allah akan menyuburkan nantinya. Ingatan saya tertuju pada kajian yang saya ikuti semalam, sebuah materi yang disampaikan tentang bagaimana keadaan manusia-manusia pada saat ini. Yang barangkali kejadian-kejadian seperti yang terjadi siang ini adalah wujud dari sebuah peringatan bagi kita semua.

Sering dalam keseharian kita, dalam obrolan-obrolan kita dengan rekan-renan kita, kita menanyakan "Berapa harga Mobilmu?" atau "Berapa harga Laptopmu?" atau "Motor seperti ini berapa sekarang?" atau juga "Wah, hape mu canggih banget, mahal ya?" dan pertanyaan-pertanyyan lain yang senada. Tapi coba, pernahkah kita menenyakan "Berapa Harga kita di Hadapan Allah?" atau "Berapa harga keluarga kita di hadapan Allah?"

Kesibukan dunia, ambisi mengejar materi yang sifatnya sementara seringkali melenakan kita untuk mempermahal harga kita di hadapan Allah, apalagi untuk memikirkan keluarga kita, saya rasa juga akan terlenakan. Apakah kita tidak boleh mencari dunia? Ya tentu saja boleh, bahkan Allah memerintahkan, seperti dalam surah Al Qosos ayat ke 77 "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." Jelas dalam ayat tersebut dikatakan untuk kita tidak melupakan bagian kita di dunia, hanya saja itu kita lakukan setelah akherat yang kita dahulukan.

Banyak orang tua yang memberikan pesan pada anak-anaknya "Kerja yang rajin nak biar rejekinya lancar dan jangan lupa shalat." Kelihatannya pesan ini baik, tapi sepertinya akan lebih baik jika pesan tersebut disampaikan "Shalat yang rajin nak dan kerjanya yang semangat biar rejekinya lancar." Yang intinya bahwa mendahulukan Allah itu amat sangat penting. Sampai-sampai ada sebuah Take Line sebuah komunitas sedekah yang mengatakan "Cari muka di depan Tuhan" yah, tentu karena mereka sadar bahwa pujian dari manusia tak sebanding jika Allah yang memuji dengan cintaNya.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, mari mulai mempermahal diri kita di hadapan Allah, tentunya dengan meningkatkan kwalitas diri kita, kwalitas ibadah kita. Dan ingat pula orang-orang di sekitar kita, keluarga kita, saudara-saudara kita dan juga anak-anak kita. Anak yang berharga mahal di hadapan Allah, tentu akan menjadi bekal istimewa disaat semua telah terputus kecuali 3 perkara yang kita tinggalkan, yang salah satunya adalah anak yang shalih.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 27 Maret 2014
Posted by Unknown

Lembut Sikapmu Kuatkan Ukhuwah

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya,,,

Seorang sahabat berkata pada saya beberapa waktu yang lalu, “Mas, kamu tu mang dipilihin Allah untuk ketemu dan jadi sahabat ku ko ya? Mas ngrasa gitu juga kan? Mas, aku tu mang susah dibilangin, ngeyel pokoknya. Tapi coba deh mas ingat-ingat, kalo pas mas bilang biar aku gak melakukan A, pasti aku langsung protes dan kadang-kadang malah marah. Tapi to Mas, tahu gak, nasehat mas yang dulu itu biar aku gak gini gitu (edit) itu sekarang benar-benar aku tinggalin lho Mas, ya meskipun dulu kita sempat berdebat soal itu sih… Tapi emang gitu ko, dan itu bukan satu-satunya, ada hal-hal yang lain juga…”

Saya pun juga merasa demikian sahabat, kadang sahabat saya ini menasehati tentang sebuah hal, tapi saya juga kadang tidak bisa menerima dan berdebat, tapi, kami punya komitmen ketika salah satu marah yang lain jangan sampai Terpancing emosi dan sebisa mungkin mencari cara yang lain untuk menyampaikan nesehat yang kami rasa baik itu. Alhasil, kamipun menjadikan hubungan kami menjadi tempat yang cukup nyaman untuk saling berbagi.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, bersahabat, berteman, berkeluarga, berorganisasi, bermasyarakat dan hubungan yang lainnya, tentu tidak lepas dari yang namanya konflik. Tapi, kalau kita mau belajar dari konflik itu, justru itu menjadi sebuah sarana untuk kita mendewasakan diri kita. Menyikapi sebuah masalah dengan saling berdebat dan mengeluarkan urat saraf menurut saya hanya akan menambah masalah saja. Hanya sebuah kepuasan yang dicari disana dengan bisa mengalahkan lawan debat.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, Mengalah bukan berarti kalah,itu adalah sportifitas. Minta maaf tak selamanya berarti salah, itu adalah bentuk kedewasaan bersikap. Melembutkan sikap bukan berarti lemah, karena itulah kekuatan untuk membuat sebuah hubungan menjadi semakin erat.

Saya : 100% Kak Wall
Senin, 24 Maret 2014
Posted by Unknown

Mendengarkan Itu Seni

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Salam jumpa kembali. Kali ini saya tidak akan berkenalan, tapi bagi sahabat yang belum tau, nama saya Kak Wall. :’)

Sahabat pembaca yang baik hatinya, beberapa hari yang lalu saya membaca buku tentang sebuah teknik menjual atau bahasa kerennya marketing. Dalam buku itu sahabat, ada sebuah Bab (maksudnya bagian dari buku lho, bukan Buang Air Besar) yang menjelaskan bagaimana teknik berkomunikasi dengan calon pembeli atau juga mungkin yang sudah menjadi pelanggan. Dalam buku itu salah satu teknik menyebutkan bahwa “Mendengarkan itu sebuah seni menjual”, yang ini tolong juga jangan negatif dulu lho sahabat, maksudnya seni itu teknik atau cara, jangan dikira seni itu air kecil… hihihi. Kenapa mendengar itu menjadi sebuah seni menjual? Nah, dalam buku itu disebutkan beberapa manfaatnya, antara lain ; mendengarkan adalah sebuah wujud penghargaan terhadap konsumen dan memndengarkan akan memunculkan banyak ide, karena kita jadi tahu apa yang dibutuhkan konsumen. Kurang lebih seperti itu sahabat.

Namum, pada kenyataannya, terkadang ketika kita menjual sesuatu, kita menjadi enggan mendengarkan apa-apa yang dikatakan pembeli, terlebih jika yang disampaikan pembeli itu sudah kita rasa jauh dari pokok bahasan utuma, terlebih lagi, jika kita merasa pembeli itu memberikan komentar negatif tentang produk kita dan akhirnya kita memilih untuk memotong pembicaraan calon pembeli tersebut yang terkadang bahkan sering kita lakukan dengan cara yang kurang halus. Padahal sahabat, cara seperti itu sebenarnya kurang pas kita lakukan, karena itu justru menunjukkan ketidakdewasaan kita dalam menyikapi apa-apa yang disampaikan pembeli kepada kita.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, setelah dedaunan saya bolak-balik, kemudian padang ilalang saya sibakkan, ada suatu kesamaan yang saya temukan antara teknik menjual yang saya sampaikan di atas dengan bagaimana kita mendidik anak-anak kita Lhooooooooo… Kok bisa? Ya bisa… Maksudnya, mendengarkan anak itu juga sebuah seni mendidik. Coba, sekarang kita hitung-hitung lagi, seberapa sering kita mendengarkan anak-anak kita? Lebih banyak mana dengan berapa banyak kita memotong pembicaraannya dengan mengetakan “Ah, kamu tu masih kecil, sudah ikuti ayah begini saja!” yang akhirnya menjadikan anak-anak kita menjadi enggan untuk berpendapat.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, tentunya tidak ada salahnya kita menghargai anak-anak kita, salah satunya dengan mendengarkan apa pendapat mereka, sehingga kita juga akan menjadi tahu apa-apa yang sebenarnya ada dalam benak mereka. Jangan sampai seperti cerita berikut ini :

(Setting : Sebuah rumah dengan keluarga kecil, seorang ayah, ibu dan satu orang anak. Ketika itu sang ayah baru pulang kerja dan si anak berlari mendekatinya…)

Anak : “Ayah…ayaaaaahh…cepat yah…aku mau ngomong penting.”
Ayah : “Aahh..nanti saja, ayah cape’ mau istirahat dulu..”
Anak : “Ini sangat penting Yah,,,”
Ayah : “Iya, tapi nanti saja!”
Anak : “Pokoknya sekarang…!”
Ayah : “Kamu mau jadi anak yang berbakti kan? Kalau ayah bilang nanti ya nanti!”
Anak : “Tapi yah?”
Ayah : “Sudah, gak ada tapi-tapian. Sekarang kamu panggilkan Ibumu!”
Anak : “Nah, itu dia yah.”
Ayah : “Itu dia apa?”
Anak : “Ibu Yah…”
Ayah : “Kenapa Ibumu? Dimana sekarang?”
Anak : “Mungkin sudah meninggal yah?”
Ayah : “Hah? Kok bisa?”
Anak : “Tadi waktu ayah datang ibu lari mau bukain pintu, tapi terpleset trus masuk kolam.”
Ayah : “Masuk kolam? Ibumu kan ndak bisa renang. Kenapa gak bilang dari tadi?” (Sambil menuju kolam belakang rumah)
Anak : “Ayah tadi gak kasih aku ngomong. Tu kan Yah?”
Ayah&Anak : “Ibuuuuuuuuu……….????” (Ternyata benar, sang Ibu telah tiada)

Sekian sahabat pembaca yang baik hatinya, semoga bermanfaat.

Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 20 Maret 2014
Posted by Unknown

Jangan Melampiaskan Emosi pada Anak-Anak

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar sahabat hari ini? Semoga senantiasa dijaga Allah. Aamiin... Salam jumpa kembali dengan saya, Kak Wall, biasa dipanggil Kak Wall. (maaf b'canda)

Kali ini saya ingin bertanya terlebih dahulu pada sahabat semua, "Apakah sahabat pernah menghadapi anak-anak?" bisa jadi anak sendiri, anak tetangga atau mungkin bagi sahabat yang menjadi Guru atau juga Dosen TPA, pasti akan jawab pernah. Pertanyaan berikutnya, "Apakah sahabat pernah menghadapi anak-anak disaat sahabat sedang merasakan masalah yang besar dan berat?" Nah, kalau yang ini pasti akan banyak jawaban berbeda. Trus, "kira-kira bakalan pasang muka yang kayak apa nih kalau sahabat misalnya sedang mengajar di kelas, tapi dalam diri sahabat baru merasakan beban masalah pribadi yang berat?" Nah, ini yang akan kita bahas kali ini.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, sebagai manusia, memang kita tidak lepas dari yang namanya masalah. Entah besar, kecil, berat maupun ringan.Hanya saja sahabat, dalam kita berinteraksi kepada orang banyak, tentunya kita juga dituntut untuk pandai-pandai mengelola emosi kita. Terlebih sahabat, ketika kita berinteraksi di depan anak-anak. Anak-anak dikaruniakan fitrah untuk bermain dengan cerianya, saya rasa sahabat sepakat bagian ini. Lalu "Apa jadinya ketika mereka berhadapan dengan kita, kemudian kita memasang muka lusut bak cucian habis diperas karena kita sedang menanggung sebuah masalah yang sebenarnya anak-anak ini tak pernah tau sedikitpun?" Apalagi kalau kita menjadikan meraka tempat pelampiasan dari beban kita. Misalnya dengan marah-marah, membentak dan lain sejenisnya. Tentu saja anak-anak disekeliling kita akan merasa melihat sosok yang menakutkan ketika berhadapan dengan kita bukan?

Sahabat pembaca yang baik hatinya, sebagai orang tua, guru, ustadz atau (kakak juga boleh), tentunya kita lebih ingin anak-anak sayang kepada kita daripada takut melihat kita. Tentu misal kita sebagai seorang ayah akan lebih ingin pulang kerja disambut anak-anak kita dengan "Ayaaaahhh" sambil berlari minta gendong dari pada anak kita bilang "Huh, ada genderuwo pulang. mending tidur." Atau kalau kita sebagai Guru, tentu tak pernah menginginkan murid-murid kita berteriak di dalam kelas "Teman-teman,,,ssssttttttttttt,,,jangan berisik, Mak Lampir mau masuk..." (semoga semua setuju)

Nah, sahabat pembaca yang baik hatinya, salah satu hal yang bisa kita lakukan adalah bagaimana kita selalu berusaha memasang muka ceria di depan mereka. Seberat apapun beban yang kita tanggung, jangan sampai mereka menjadi korban dari ketidakbijaksanaan kita dalam mengontrol diri kita, sekalipun hanya sekedar masalah wajah dan sorot mata. Toh, kita semua tau kan sahabat, bahwa mendidik yang sangat efektif itu dengan keteladanan. So, mana senyum sahabat?


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 17 Maret 2014
Posted by Unknown

Dongeng: TPA di Desa Antah Berantah Bag. 2

Episode yang lalu:

“Ustaz Ahmad : “Nah, hari ini kita belajar 3 dulu, besuk hari Kamis kita lanjutkan kembali. Siap?”

Santri :”Siaaap Ustadz…”

karena waktu sudah menunjukkan hampir menjelang shalat Maghrib, Ustad Ahmadpun mengakhiri kegiatan TPQ sore itu. Nah, ceritanya akan kita lanjutkan kembali esok. Insya’ Allah…”

—————————–xxx———————————–

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, salam jumpa kembali dengan Kak Wall. Kita lanjutkan kembali ya kisah tentang cerita yang lalu?

“hari ini, ustadz ahmad berserta santri-santrinya telah kembali bersiap untuk belajar di TPQ mereka. Seperti di hari-hari sebelumnya, suasana antusiaspun tergambar jelas di wajah-wajah para santri, begitupun ustaz ahmad.

Ustazd Ahmad : “Assalamu’alaikum santri-santri…”

Santri :”Wa’alaikumussalam ustaaaaaaadz..”

Ustadz Ahmad :”Bagaimana? Sudah siap melanjutkan pelajaran kita tentang keistimewaan Al Qur’an yang kemarin?”

Santri : “Siaaaapppp”
Ustazd Ahmad :”Baik, kemarin kita sudah dapat tiga poin, yaitu Al Qur’an sebagai wahyu Allah, Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan Al Qur’an sebagai pembeda yang benar dan yang salah. Nah, sekarang yang ke empat… coba Mufli dibaca Qur’annya surah Asy Syu’ara ayat 196.”

Mufli :”Baik Ustadz. Dan sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar (tersebut) dalam kitab-kitab terdahulu.”

Ustadz :”Nah, itu dia, istimewanya Al Qur’an adalah telah tersebut dalam kitab-kitab terdahulu. lanjut ya?”

Santri :”Ya Ustadz…”

Ustadz Ahmad :”Selain tersebut dalam kitab-kitab sebelumnya, Al Qur’an juga membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Terdapat dalam surah Yusuf ayat 11. coba sekarang giliran Mail…”

Mail :”Kok Panjang Tadz?”

Ustadz Ahmad:”Kan jadi makin banyak pahalanya…”

Mail :”Oiya ya? Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukan cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Panjangnyaaaa…”

Ustadz Ahmad :”Ehhh, ndak boleh mengeluh…biar besar pahalanya. siapa yang bisa menyebutkan kitab-kita sebelum Al Qur’an?”

Santri :”Injil, Zabur, Injil, Taurat, Taurat, Zabur….” (saling bersahutan)

Ustadz Ahmad :”Betul sekali. Nah berikutnya, Al Qur’an itu juga tidak tertandingi, alias kitab yang tidak punya tandingan. yang ini terdapat dalam Al Qur’an surah Al Israa’ ayat 88. Siapa yang belum baca? emmm dika dulu..”

Dika :”Katakan : Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain. Sudah Ustadz…

Ustadz ahmad :”Yak, bagus… berarti Qur’an itu hebat kan? Daaann, masih ada lagi lho, Al Qur’an itu selalu asli, murni, original. dari dulu ya seperti itu. mau tahu kenapa?”

Santri :”Mauuuuu…”

Ustadz Ahmad :”Mau aja apa mau bageettt?”

Santri :”Mau bageeeettttt…”

Ustadz Ahmad :”Karena,,, yang menjaga Al Qur’an itu Allah…”

Santri :”ooo…..ada ayatnya juga Tadz?”

Ustadz Ahmad :”Ada dong. Siapa yang mau baca? Rauf? Baik, buka Al Hijr ayat 9.”

Rauf :”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Ustadz Ahmad :”Baik, santri-santri semua. Pekan depan Ustadz mau mengadakan lomba. nanti, siapa yang bisa menyebutkan keistimewaan Al Qur’an yang sudah kita pelajari, ada hadiahnya. Setuju?”

Santri :”Setuju…”

Mufli :”Ayatnya juga ustadz?”

Ustadz Ahmad :”Boleh. yang hafal ayatnya hadiahnya lebih besar… Baik, karena hari sudah mau Adzan Maghrib, kita akhiri dengan berdo’a. Berdo’a Mulai…”

Merekapun berdo’a untuk mengakhiri kegiatan belajar hari ini. dan berakhir sudah cerita tentang Ustazd ahmad dan santri-santrinya yang belajar tentang keistimewaan Al Qur’an. semoga bermanfaat…”

Nah, sahabat pembaca yang baik hatinya, itulah akhir dari cerita kita hari ini, semoga menginspirasi. Aamiin…


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 13 Maret 2014
Posted by Unknown
Tag :

Dongeng: TPA di Desa Antah Berantah

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Hari ini saya akan berbagi sedikit cerita dongeng untuk sahabat semua. Selamat membaca.

“Suatu sore, di sebuah Taman pendidikan Al Qur’an yang terdapat di sebuah desa yang jauh dari hiruk pikuk keramaian kota. Taman pendidikan yang dibuat asri dengan mengutamakan suasana belajar seperti di alam terbuka, agar santri-santri lebih dekat dengan alam sekitarnya. Dengan saung-saung kecil beratapkan ijuk, mereka belajar setiap harinya. Beberapa saat sebelum waktu belajar tiba, semua santri telah siap dan tentunya sang Ustadzpun juga sudah datang. Di sana memang sangat diajarkan bagaimana harus disiplin waktu setiap harinya.

Ustadz Ahmad, itulah nama satu-satunya pengajar di TPQ itu. Beliau sudah banyak makan asam garam di dunia pendidikan TPQ. Nah sore itu, Ustadz Ahmad tidak mengajarkan santri-santrinya membaca, karena memang jadwalnya ternyata adalah pelajaran yang lain.

Ustad Ahmad : “Assalamu’alaiku wa rahmatullahi wa barakaatuh”

Santri : “Wa’alaikumusalam wa rahmatullahi wa barakaatuuh”

Ustadz Ahmad : “Anak-anak, hari ini kita akan belajar tentang kitab suci kita, apa nama kitab suci kita?”

Santri : “Al Qur’an…” (Santri-santripun serentak menjawab)

Ustad Ahmad : “Baik, ternyata kitab suci kita Al Qur’an itu banyaaaakkk sekali keistimewaannya lho. Hayo siapa yang tahu angkat tangan!”

Santri : “Al Qur’an hebat, Al Qur’an gak ada tangdingannya,,,Al Qur’an….” (saling bersahut santri satu dengan yang lainnya)

Ustad Ahmad : “bagus sekali. Nah, ustadz mulai dari yang pertama. Al Qur’an itu adalah wahyu Allah. Coba kamu Ihsan dibaca surah Al Haqqah ayat 40-41!”

Ihsan : “baik ustadz. Sesungguhnya Al Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. Dan Al Qur’an bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman kepadanya.”

Ustazd Ahmad : “Benarkan anak-anak? Al Qur’an itu buatan Allah yang disampaikan ke Rasul Muhammad melalui Malaikat Jibril. Baik, yang ke dua sekarang. Al Qur’an petunjuk bagi manusia. Sekarang Aisy baca Surah Ali Imran ayat 138 coba!”

Aisy :”(Al Qur’an) ini adalah penerang bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Ustadz Ahmad :”Nah, kalau kita tidak mau tersesat, kita harus banyak-banyak belajar Al Qur’an. Yang ke tiga, Pemisah yang salah dan yang benar. Giliranmu Andi membaca surah Ath Thariq ayat 13″

Andi :”Yang depannya Sesunggunya Al Qur’an ini kan tadz?”

Ustazd Ahmad : “Iya betul, coba…”

Andi : “Sesungguhnya Al Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang haq dan yang batil.”

Ustazd Ahmad :”Nah, itu perkataan Allah yang membuktikan kalau Al Qur’an itu adalah pemisah yang benar dan yang salah. Baik, sudah berapa tadi keistimewaan Al Qur’an? Coba sebutkan!”

Santri : “Wahyu Allah…. Petunjuk bagi umat manusia… Pemisah yang benar dan salah…”

Ustaz Ahmad : “Nah, hari ini kita belajar 3 dulu, besuk hari Kamis kita lanjutkan kembali. Siap?”

Santri :”Siaaap Ustadz...”

karena waktu sudah menunjukkan hampir menjelang shalat Maghrib, Ustad Ahmadpun mengakhiri kegiatan TPQ sore itu. Nah, ceritanya akan kita lanjutkan kembali esok. Insya’ Allah…”

Baik sahabat, semoga belum puas dengan cerita di atas, karena kita akan sambung kembali. Insya’ Allah…


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 10 Maret 2014
Posted by Unknown
Tag :

Keikhlasan Seorang Ibu Menjaga Amanah

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, suasana hari ini begitu cerah, semoga secerah suasana hati sahabat dan kita semua. Aamiin…

Pagi ini saya berkesempatan untuk bertemu dengan siswa-siswi di sebuah sekolah dasar. Di sana, saya dan beberapa rekan saya berbagi ilmu tentang bagaimana membuat belajar itu menjadi hal yang menyenangkan untuk siswa-siswi di sekolah itu dengan beberapa metode yang kami ajarkan. Di sela-sela waktu jeda sebelum masuk ke kelas berikutnya, saya bertemu dengan seorang ibu yang ternyata sedang menunggui puteranya. Tidak seperti pada umumnya memang, karena di sekolah tersebut, hanya beliau satu-satunya orang tua yang menunggui puteranya, terlebih si anak sudah kelas 4 di sekolah itu.


Kemudian kamipun mulai berbincang, ibu itu mulai bertanya “Gimana Mas, anak saya bisa ngikuti ndak ya Mas?” setelah saya jawab, beliau bercerita tentang banyak hal, salah satunya alasan kenapa beliau menunggui puteranya itu yang ternyata itu dilakukan sejak TK sampai saat ini. Dan ternyata, si anak ini kalau boleh saya menyimpulkan dia termasuk anak berkebutuhan khusus. Beliau juga menuturkan bahwa anaknya pernah di tes IQ dan hasilnya di bawah 70. “Anak saya itu kalo ndak ditungguin sering dinakali teman-temannya juga mas, dan kalau udah gitu pasti nangis. Jadi saya pilih nunggu tiap hari gini yang penting dia tetap mau bersekolah di sini, soalnya dia tidak mau di tempat yang lain.” begitu sepenggal penuturan ibu itu.


Saya cukup salut dengan semangat ibu itu yang rela menunggui puteranya agar tetap mau sekolah setiap harinya. Terlebih, di ujung obrolan kami ada sebuah kalimat yang terlontar dari bibir ibu itu yang penuh dengan keikhlasan “Saya sama bapaknya juga masih terus mencari jalan keluar supaya anak saya bisa lebih baik lagi mas belajarnya. Tapi di satu sisi kami juga pasrah atas kehendak yang Maha Kuasa. Kalaupun anak saya ndak jago matematika ndak papa, yang penting dia bisa mengekspresikan apa yang dia senangi dan sukur-sukur dia bisa berprestasi dari bidang lain.”


Mendengar cerita ibu itu, saya teringat dengan kisah tentang Hee Ah Lee yang di mata manusia terlihat tidak sempurna secara fisik. Namun, ditengah cemoohan orang-orang di sekitar, sang ibu mampu mendidiknya dan berhasil mengantarkan Hee Ah Lee menjadi Pianis Hebat Dunia dan menjadi warga kehormatan di Negaranya.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, kisah ibu itu menurut saya adalah sebuah kisah yang luar biasa. Beliau mengajarkan bagaimana ikhlas, bagaimana berkorban dan bagaimana bertanggung jawab atas amanah yang dititipkan padanya. Tetapi sahabat, adakah kita sadari bahwa setiap ibu pada dasarnya memiliki sifat itu? Termasuk ibu kita. Hanya saja dalam bentuk berbeda beliau menunjukkan keikhlasan, pengorbanan dan juga tanggung jawab atas titipan Allah, yaitu diri kita.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 06 Maret 2014
Posted by Unknown
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -