Archive for Desember 2013

Gosip Jalanan : Mengamati Tulisan di Body Truk

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Sahabat, pernahkah sahabat berpergian dan bertemu dengan banyak kendaraan, terutama truk dan memperhatikannya? Yah, mungkin ketika kita memperhatikan dengan detail, terkadang ada hal-hal lucu, unik dan juga menginspirasi dari sebuah bagian yang ada di kendaraan-kendaraan itu. 

Apa itu? Yupz, coba kita perhatikan tulisan-tulisan yang ada di sana, biasanya ada di bagian belakang kendaraan itu. Bermacam-macam pokoknya, misalnya : “Berangkat Karena Tugas, Pulang Karena Beras” atau “New Coopy (maksudnya nyukupi)” atau “Kadung Tresna wis tau Anyar (Terlanjur cinta udah pernah baru)” dan lain sebagainya. 

Ada yang cukup menarik perhatian saya hari ini yaitu sebuah tulisan di bagian belakang kendaraan yang sempat terjebak macet bersama saya hari ini, kata-kata tersebut berbunyi “Pulang Malu Gak Pulang Rindu.” Yah, ini barang kali menggambarkan potret seorang kepala keluarga yang belum merasa berhasil memberikan kebahagiaan materi untuk anak-istrinya. Hemmm....


Sahabat pembaca yang baik hatinya, materi memang dibutuhkan dalam kita menjalani hidup di dunia ini. Tetapi, menjadi tidak baik ketika kurangnya hal itu menjadi penghalang bagi kita untuk menjadikan keluarga kita sebagai tempat bersandar ketika kita lelah, atau tempat mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang kita. Begitu juga sebaliknya ketika sahabat menjadi istri atau seorang anak, tidak seharusnya menganggap seorang suami atau ayah tidak berguna ketika dia tidak bisa memberikan kelapangan materi. 


So, sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita tanamkan sejak dini dalam keluarga kita, bagaimana saling mengasihi, saling menghormati dan saling menghargai setiap usaha yang dilakukan dari masing-masing anggota keluarga kita, tidak ada yang tidak berguna, sekecil apapun yang dilakukan, pasti mempunyai andil yang penting. So, mari kita ganti kata-katanya “Gak Pulang Dinanti, Pulang Disayangi.” Hihihi


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 26 Desember 2013
Posted by Unknown

Pengaruh Suasana Belajar bagi Anak

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Beberapa hari yang lalu saya berkunjung ke tempat saudara untuk sebuah keperluan. Setelah saya selesai menyampaikan maksud dan tujuan utama saya, kami berbincang tentang hal yang lain. Salah satunya kami berbincang tentang sekolah sepupu saya yang masih duduk di bangku sekolah dasar yang berada lumayan jauh dari pusat kota tempat saudara saya tinggal.

Saudara saya ini ingin anak-anaknya maju didalam urusan agama atau pengetahuan agamanya, makanya disekolahkanlah sepupu saya itu di sekolah yang berbackground Islam. Salah satu alasan kenapa dipilihkan sekolah yang letaknya didaerah yang jauh dari kota adalah kebiasaan sepupu saya itu. Nah, kurang lebih seperti ini kata-kata saudara saya tentang anaknya itu “Jadi to mas si Mufli (Nama sepupu saya) ini, dulu pas masih TK sering diajak bapaknya pergi kemana-mana. Nah, ada perbedaan ketika dia diajak pergi ke daerah kota sama ke daerah yang melewati sawah-sawah misalnya pas mau ke tempat embahnya. Kalau dia itu diajak pergi ke daerah kota-kota gitu, pas di jalan dia Cuma diam aja, paling liat kiri kanan, kalau gak ya tidur. Tapi kalau lewatnya di daerah yang alam gitu, misalnya sawah, lihat sungai-sungai gitu atau yang lainnya dia jadi berubah, jadi aktif ngomong. Tahu gak mas apa yang diucapkannya? Dia kalau pas dijalan gitu bisa nerocos hafalin surat-surat pendek yang diajarin di sekolah mas. Makanya SDnya tak pilihkan sana (edit) dan Alhamdulillah kebiasaanya itu masih berlanjut sampai sekarang.”
 

Sahabat pembaca yang baik hatinya, saya terinspirasi dari cerita saudara saya itu, ternyata suasana belajar yang didapatkan anak itu sangat berpengaruh pada semangat dan juga kemauan anak untuk belajar. Dan menurut saya saudara saya itu cukup tanggap dengan suasana belajar yang dibutuhkan si anak yang disimpulkannya sendiri bahwa si anak ini lebih cocok belajar dengan suasana seperti di sekolanya saat ini yang cukup tenang dan suguhan yang ada disekitar sekolanya pun juga sangat menyegarkan mata dan jauh dari kebisingan suasana kota.
 

Nah, sahabat pembaca yang baik hatinya, alangkah bahagianya anak-anak kita ketika ia mendapatkan suasana belajar seperti yang ia butuhkan, bukan hanya bahagia tetapi juga semangatnyapun tentu akan lebih besar. So, sahabat pembaca yang baik hatinya, mari, kita pelajari dan kita amati kebutuhan suasana belajar untuk anak-anak kita dan semaksimal mungkin kita berikan suasana itu, tentunya yang masih dalam batas kewajaran dan itu baik lho yaaa?

Saya : 100% Kak Wall
Senin, 23 Desember 2013
Posted by Unknown

Bijaksana dalam Mengisi Liburan Sekolah

Libur tlah tiba…
Libur tlah tiba…
Hore…hore…
Hatiku gembira…
(by : Tasya)


Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar hari ini? Sehat? Alhamdulillah…
Sahabat pembaca yang baik hatinya, taukah lirik lagu anak-anak di atas? Yupz, lagu yang sempat dipopulerkan oleh Tasya penyanyi cilik pada jamannya itu, yang bercerita tentang liburan sekolah. 


Yah, mungkin tidak jauh berbeda dengan kondisi sebentar lagi, yaitu akan datangnya liburan semester pertama bagi anak-anak sekolah. Barangkali sudah menjadi fitrah bagi anak-anak sekolah yang akan selalu menyambut dengan sangat gembira dan antusias momen-momen liburan itu. Ada yang ingin berkunjung ke rumah kakek-nenek, ada yang ingin wisata, ada yang ingin santai di rumah dan berbagai macam kegiatan lainnya.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, setiap orang tua pasti mengharapkan yang dilakukan putra-putrinya adalah kegiatan yang bermanfaat. Tapi, pada kenyataanya tidak sedikit anak-anak yang melewatkan hari-hari liburannya dengan hal-hal yang kurang baik bagi perkembangan anak. Sebagai contoh, anak-anak hanya menghabiskan masa liburan merekan dengan hanya bermalas-malasan dirumah, sambil melihat Televisi, atau bermain Game Online setiap saat. Akibatnya, ketika liburan telah usai, si anak masih ingin menikmati hal yang sama disaat liburan mereka telah berakhir, masih ingin bermalas-malasan, santai dirumah dan bermain game sepuasnya.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, ternyata banyak penyebab kenapa anak-anak menjadi seperti itu, salah satunya orang tua yang membiarkan anak-anak mereka menikmati liburannya sendiri karena kesibukan masing-masing dari orang tua tersebut, tanpa memberikan kegiatan yang positif bagi anak-anaknya.
Nah, sahabat pembaca yang baik hatinya, liburan bisa berdampak menjadi beberapa hal yang bisa saya simpulkan disini.


Pertama, liburan menjadi obat. Maksudnya, ketika liburan dimanfaatkan atau diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan penyegaran kembali untuk anak-anak. Semisal dengan mengajak anak rihlah atau piknik ke tempat-tempat wisata, atau berkunjung silaturrahim ke tempat sanak saudara atau kerabat yang berada jauh tempat tinggalnya.


Kedua, liburan bisa menjadi racun. Apa itu? Yupz, sudah digambarkan diatas, ketika seorang anak mengisi liburan mereka hanya dengan bermalas-malasan didepan televisi atau menghabiskan waktu dengan menatap layar monitor computer untuk bermain game online dan sebagainya, itulah liburan yang menjadi racun.


Ketiga, liburan menjadi makanan. Nah, yang ini berbeda dari yang diatas tadi. Trus apa? Yups, yang ini kurang lebih seperti ini. Liburan bisa menjadi makanan ketika dimanfaatkan dengan kegiatan-kegiatan yang positif, misalnya, dengan mengikuti jambore, atau ikut kursus music atau belajar melukis, atau ikut training jurnalistik, atau kursus fotografi dan masih banyak yang lainnya yang intinya kegiatan-kegiatan positif yang tidak atau jarang dijumpai disekolah. Tentunya yang memberikan manfaat dan juga pengalaman baru bagi anak-anak.


Nah, sahabat pembaca yang baik hatinya, itu tadi beberapa kurang lebih dampak-dampak yang bisa muncul dari kegiatan liburan anak-anak kita. Nah, sudah semestinyalah bagi setiap orang tua untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan apa saja yang boleh diikuti anak-anaknya, jangan sampai mereka melewati liburan tanpa perhatian dan pengawasa dari orang tua. Dan tentunya dengan harapan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan anak-anak kita bisa memberikan pengalaman baru untuk mereka dan memberikan semangat yang lebih besar ketika mereka kembali ke sekolah setelah liburan usai.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 19 Desember 2013
Posted by Unknown

Belajar Jujur dari Anak-Anak

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar hari ini? Sehat? Alhamdulillah,,, bersyukurlah bagi kita yang sehat dan mohon do’anya agar saya yang saat ini sedikir meriang bisa segera fit kembali. Aamiin.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, semua pakar pendidikan ataupun pakar yang ahli dalam mengasuh anak pasti mengajarkan agar kita mendidik dan mengajari anak dengan sebaik-baiknya. Tidak ada yang salah dengan itu, orang tua memanglah guru terbaik dan yang pertama kali mengajari anak-anaknya. Dari mulai sekedar mengajarkan kata “papa” ato “mama” dan juga mengajarkan hal-hal yang baik berikutnya. Tapi sahabat, adakah kita perhatikan anak-anak pada umumnya? Ternyata ada hal yang patut kita tiru dari mereka. Apa itu? Yupz… yaitu bagaimana mereka dengan polosnya mengatakan setiap apa yang mereka tahu dengan penuh kejujuran dan tanpa ditutup-tutupi. Sangat ringan bagi mereka mengatakan apa-apa dengan sesungguhnya, karena mereka berpikir semua akan baik-baik saja. Dan bukankah sejatinya demikian sahabat? Hanya saja bagi kita yang sudah dewasa justru terkadang menutup-nutupi hal yang baik dengan ketidak jujuran. Kita sering berpikir jujur itu, terbuka itu terkadang berbahaya. Tidak sedikit orang yang tidak terbuka agar mendapatkan pujian, mendapatkan untung besar dan juga menutupi kesalahan ataupun keegoisan dirinya. Heemmm...


Masih ada yang lebih parah lagi. Ada pula orang tua yang secara sadar mengajarkan kepada anaknya untuk tidak jujur. Misalnya kisah berikut ini :
“Ada seorang ibu yang sedang bermasalah dengan rekannya. Saat itu rekannya itu mengirimkan pesan singkat yang berisi “Jeng, pokoknya urusan kita harus kita selesaikan sekarang, aku tidak peduli bagaimana usahamu. Aku akan datang kerumahmu setengah jam lagi.” Dalam kondisi itu sang ibu berniat untuk sembunyi didalam rumah ditenpat yang menurutnya tidak bisa dijangkau orang lain. Sebelum sembunyi, ia menitipkan pesan kepada anaknya yang berusia sekitar 5 tahun, namanya Sinta.


Ibu : “Dik, kalo tante Tari datang, bilang mama gak ada ya?”
Sinta :”mama mau kemana? mau pergi ya?”
Ibu :”Tidak, mama mau sembunyi di kamar belakang.”
Sinta :”Lho,, kenapa sembunyi ma?”
Ibu :”Sudah gak papa, pokoknya nanti bilang mama gak ada gitu. Sudah sana kamu nonton Tv aja sana!”
Setengah jam kemudian tante Tari datang. Apa yang terjadi?
Tante Tari : “Halo sinta…lagi nonton apa?”
Sinta :”Lagi nonton Sponge Bob tante…”
Tante Tari :”Mama mana?”
Sinta :”Kata mama, kalo tante datang, Sinta suruh bilang kalo mama gak ada tante…”
Tante Tari :”O,,, gitu? Terus sekarang mama dimana?”
Sinta :”Kata mama mau sembunyi di kamar belakang gitu..”
Tante Tari :”$%#%$&^(“
Gubrak dot com gak tuh?”
 

Sahabat pembaca yang baik hatinya, barang kali masih ada bahkan banyak orang tua yang tidak berani menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalahnya dan parahnya sang anak menjadi korban seperti cerita diatas. Korban apa? Yaitu korban keegoisan orang tua dengan memberikan contoh ketidak jujuran. Akan sangat disayangkan jika seorang anak yang fitrah ternodai dengan ketidak jujuran yang dicontohkan orang tuanya seperti itu, karena bukan tidak mungkin akan terbawa sampai ia dewasa kelak. Karena apa-apa yang kita ajarkan pada anak ibarat ukiran yang kita pahat diatas batu, yang akan membekas dan melekat pada dirinya sampai dewasa.

Saya : 100% Kak Wall
Senin, 16 Desember 2013
Posted by Unknown

Bukan Lahir Dari Batu

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Diiringi rintik air hujan yang sedari tadi masih terus mengguyur, kata demi kata, kalimat demi kalimat mulai berpindah dari benak saya menjadi sebuah tulisan ini untuk sekedar menyapa sahabat pembaca sekalian.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, kalau saya bertanya tentang cerita rakyat Malin Kundang, tentu sahabat pembaca sekalian tahu bukan? Kurang lebih cerita yang berkisah tentang kedurhakaan seorang anak kepada Ibunya yang berakhir dengan sebuah kutukan dari sang Ibu hingga akhirnya Malin Kundang berubah menjadi batu. Kisah itu sangat merakyat di Negeri ini dan sangat menginspirasi pendengar bagaimana harus bersikap kepada orang tua kita, terlebih ibu kita. Karena setidaknya beliaulah yang harus kita dahulukan untuk kita hormati, bahkan 3 kali, sebelum ayah kita.


Ada sebuah kisah lain tentang sebuah keluarga yang tengah diuji dengan masalah keluarga. Barangkali tidak perlu saya ceritakan seperti apa masalahnya, saya hanya akan sedikit mengutip sebuah kalimat dari seorang anak dari keluarga itu. Waktu itu, secara posisi memang sang Ibu yang kurang tepat sikapnya, hingga memicu permasalahan keluarga itu dan imbasnya ke anak-anaknya. Hingga suatu ketika muncul sebuah perdebatan dan ada sebuah kalimat yang terlontar dari salah seorang anak ke saudara-saudaranya : “Iya, ibu memang salah, tapi aku tidak mau dia terus-terusan menjadi korban kebencian kalian, padahal kesalahannya tak seberapa dan aku akan meluruskan sikapnya. Kalian harus ingat, dari rahimnyalah kita lahir, bukan dari batu.”


Sahabat pembaca yang baik hatinya, ada sebuah nasehat dari seorang rekan ketika saya berkunjung ke rumahnya, ketika itu rekan saya baru saja dikaruniai anak pertama. Kurang lebih seperti ini nasehatnya :”Kalau sampai saat ini kita belum menemukan alasan kenapa kita harus berbakti dan sangat-sangat menyayangi ibu kita, maka bagi kita yang laki-laki, coba, nanti ketika istri kita melahirkan, dampingilah disisinya dan lihat perjuangannya.” Ketika itu rekan saya bercerita bagaimana ia mendampingi istrinya yang tengah melahirhkan sampai baju yang dikenakannya tak berwujud lagi karena sobek semua lantaran cengkeraman sang istri yang tengah bersusah-payah berusaha mengeluarkan sang buah hati dari rahimnya. Nah, kurang lebih seperti itulah perjuangan ibu-ibu kita. Barang kali masih ada yang ngeyel “Lha sekarang kan bisa cesar” tinggal kita katakan “Loe pikir cesar kagak sakit apa?”


Sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita mulai dari diri kita sendiri, semoga kelak anak-anak kita bisa menjadi anak-anak yang sholih, yang berbakt pada ibu bapaknya dengan keteladanan yang kita berikan sejak saat ini. Insya’ Allah…


Saya : 100% Kak Wall. 
Kamis, 12 Desember 2013
Posted by Unknown

Tanam Kebaikan Untuk Generasi Masa Depan

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana kabar hari ini? Tetap semangat kan?

Ada sebuah cerita pendek yang akan saya sampaikan untuk pembaca sekalian. Seorang kakek yang sudah cukup lanjut usianya menanam sebuah tunas kelapa yang baru tumbuh satu daun di kebun belakang rumahnya. Kemudian ada seorang pemuda menghampirinya sembari berkata “Kek, usia kakek tu udah tua, kenapa memanam kelapa? Bukankah kelapa baru akan berbuah bertahun-tahun lagi? Kenapa tidak menamam yang cepat berbuah saja?” kemudian dengan bijak kakek menjawab “Mungkin sisa umurku memang sudah tidak lama lagi dan mungkin sudah tidak lagi sempat melihat pohon kelapa ini berbuah. Tetapi, kalaupun demikian, aku berharap anak cucuku yang memetik hasil nantinya.” Hemmm mulia sekali kakek-kakek itu…


Sahabat pembaca yang baik hatinya, bagi kita yang tidak berprofesi menjadi guru atau pendidik, terkadang muncul keengganan bagi kita untuk mengajarkan apa yang kita bisa ke generasi dibawah kita. Apalagi bagi kita yang sudah tidak mempunyai anak kecil atau cucu yang seusia sekolah lagi, terkadang kita mengatakan “Aku kan sudah tidak punya anak kecil lagi, jadi sudah tidak punya kewajiban mendidik lagi.” Dan bagi kita yang masih muda, mengapa kita sering enggan mengajarkan ilmu untuk adik-adik kita? bahkan sering kita berkata “Ah, aku kan belum punya anak, gak punya adik kandung juga, buat apa mengajari mereka?” Sahabat pembaca yang baik hatinya, Ada sebuah pertanyaan yang patut kita jawab disini “Bukankankah merekalah (Generasi di bawah kita) yang akan memegang estafet dan bergantian mengajarkan kepada anak dan cucu kita?” lalu, bukankah sesuatu yang merugi jika kita tidak mempersiapkan yang terbaik untuk mereka?


Sahabat pembaca yang baik hatinya, mengajarkan kebaikan dan ilmu yang bermanfaat adalah salah satu hal yang akan terus mengalir pahalanya bahkan disaat kita sudah menghadap sang Maha Pencipta. Dan itu bukan semata tugas guru di sekolah atau uztadz di TPA saja, melainkan kewajiban bagi kita semua. Kewajiban bagi kita yang mengharap sebuah peradaban masa depan yang menjunjung tinggi ilmu dan menjadikannya landasan untuk beramal.


Saya : 100% Kak Wall. 
Senin, 09 Desember 2013
Posted by Unknown

Dewasa! Bukan Karena Banyak Usia

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana kabar sahabat hari ini? Saya do’akan kita semua senantiasa selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin…

Sahabat pembaca yang baik hatinya, teringat ketika seorang bapak menasehati saudaranya yang tengah ada masalah dengan menantunya. Ada sebuah kalimat yang sampai hari ini masih terngiang dalam benak saya “Pancen ora gampang dadi wong tua, apa maneh sak omah karo anak sing eneng arane (Mantu), omong sak omong kudu penak dirasakke, sanajan karepe apik wae sok kadang ditampa ra penak ana ati nek carane ngomong mung waton ngomong. Dadi wong tua kuwi ora mung mergo akeh umure.” Kira-kira sahabat paham gak ya? Hehehe baik, akan saya terjemahkan dengan bahasa yang lebih memasyarakat “Memang tidak mudah menjadi orang tua, apa lagi serumah sama menantu, berbicara apapun harus enak dirasakan, walaupun niatnya baik saja terkadang diterima dengan perasaan yang tidak enak ketika cara menyampaikannya Cuma asal. Menjadi orang tua yang dewasa itu bukan hanya karena banyak umurnya.” Yah, kurang lebih seperti itulah…


Sahabat pembaca yang baik hatinya, pepatah mengatakan “Buah Jatuh Tidak Jauh Dari Pohonnya.” Yang artinya tingkah laku anak sedikit banyak akan mengikuti orang tuanya bahkan cenderung menyerupai. Itulah sebabnya betapa sangat perlunya kehati-hatian dalam kita memberikan keteladanan untuk anak-anak kita. Dalam tingkah laku maupun dalam setiap perkataan. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, terkadang bahkan sering diantara kita masih merasa muda, baru lulus SMA, padahal sejatinya lulus SMA sudah lebih dari 15 tahun yang lalu. parahnya belum juga menyadari bahwa segala sesuatu sudah banyak berubah dan banyak yang harus diubah. Disaat masih usia sekolah, masih sangat wajar kita berbicara dan bertingkah layaknya remaja yang tengah mencari identitas diri yang bahkan sering cenderung dengan bahasa-bahasa gaul dan sebagainya. Tapi, kira-kira apa jadinya ketika tingkah laku dan tutur bahasa yang kita gunakan disaat kita masih usia sekolah itu masih kita gunakan disaat kita sudah memiliki dua anak? Bisa jadi anak kita berkata pada kita “Dari mane Loe Bro?” waduuuuhhhh parah juga kali ya?


Nah itulah sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana kita harus semakin menyadari diposisi mana usia kita saat ini dan apa saja yang harus kita rubah dari usia kita sebelumnya. Tentunya perubahan yang kita lakukan adalah perubahan yang mengarahkan bagaimana kita menjadi pribadi yang lebih dewasa seiring bertambahnya usia kita. Agar anak-anak kita mendapatkan keteladanan yang baik dari orang yang bersikap dewasa, bukan hanya sekedar tua. Dan untuk kita ingat sahabat, ketika usia kita banyak, tua itu menjadi pasti, tetapi dewasa itu mungkin dan itu pilihan.


Saya : 100% Kak Wall. 
Kamis, 05 Desember 2013
Posted by Unknown

Karena Cinta

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, beberapa waktu yang lalu saya berbincang dengan seorang teman yang setiap harinya bekerja dengan lokasi yang cukup jauh dari rumahnya, sebut saja Taufik.

 


Saya : “Berapa Jam mas dari rumah sampai sini?”
Mas Taufik :”ya kurang lebih 2 jam mas, itu kalau jalanannya lancer.”
Saya :”Halah mas, ke sini mah banyak lancarnya. Tiap hari pulang apa nge-Kost di dekat sini?”
Mas Taufik :”Pulang mas, kasian anak istri dirumah gak ada temannya.”
Saya :”Wah, pasti cape’ tu mas? Gak cari yang lebih dekat aja?”
Mas Taufik :”Kalau nuruti cape’ iya juga kadang-kadang, namanya juga manusia mas. Apalagi kalau mikirin hasilnya, tapi kan kita kerja bukan sekedar buat itu kan? Banyak juga sih yang nawari tempat lebih dekat, tapi saya gak mau.”
Saya :”Lhoh? Kenapa?”
Mas Taufik :”Saya ingin pendidikan disini (pelosok) maju mas, kalau nanti anak-anak dan sekolah ini udah maju mungkin saya mau (pindah), tapi sekarang kami baru berproses untuk itu, saya gak mau egois meninggalkan mereka dalam kondisi yang masih seperti ini.”
Saya :”O…terlanjur cinta ya mas?”
Mas Taufik :”Ya begitulah kira-kira.”

Sahabat pembaca yang baik hatinya, saya begitu salut dengan perjuangan Mas Taufik ini. Bekerja dengan kondisi yang luar biasa, maksudnya jarak yang jauh yang otomatis memakan banyak waktu setiap harinya untuk bisa bertemu dengan anak-anak di daerah yang ingin dibawanya meraih mimpi-mimpi mereka itu. Dengan penghasilan tidak terlalu besar untuk menanggung nafkah keluarganya. Tapi, ketika ditanya soal itu beliau hanya menjawab “Allah yang mencukupkan mas, Dia yang memberi makan anak dan istri saya, bukan saya.” Mulia sekali.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, memurnikan niat kita dalam berkativitas hanya untuk beribadah kepada Allah memang banyak tantangannya. Entah lingkungan, jarak, waktu, penghasilan dll. Dan salah satu yang bisa membuat kita mampu untuk tetap pada niatan itu adalah bagaimana kita mencintai pekerjaan kita itu karena Allah.

Saya : 100% Kak Wall
Senin, 02 Desember 2013
Posted by Unknown
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -