Archive for April 2014

Memilihkan Fasilitas

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana kabar sahabat hari ini? Adakah yang sedang berbunga-bunga seperti yang saya rasakan? Atau mungkin lebih dari itu? Berbunga-bunga, berdaun-daun, berpohon-pohon sekalian akar-akarnya? (Ngomongin apaan sih?)

Sahabat pembaca yang baik hatinya, pagi ini, saya baru saja berkunjung ke sebuah kantor yang ada di Kota Susu. Kota susu tahu kan? Yupz, Boyolali yang dalam bahasa Inggrisnya Crocodile Forget (yang ini ngawur tingkat tinggi.hehehe), maksud saya Kota yang punya Slogan Tersenyum. Kedatangan saya ke kantor itu bermaksud untuk menemui seorang petinggi di kantor itu. Maklum, yang namanya ketemu dengan orang yang berkesibukan tinggi tentunya bukan hal yang mudah, terlebih kalau belum janjian dan akhirnya saya pun harus menunggu cukup lama. Oleh salah seorang karyawan yang ada di kantor itu, saya diarahkan untuk menunggu di ruang tunggu tamu yang cukup mewah lengkap dengan fasilitas yang cukup bagus. Sambil menunggu, di ruangan itu diputarkan sebuah video kajian untuk para orang tua di layar LCD TV yang lumayan besar. Saya pun menunggu ditemani ceramah oleh seorang ustadz dalam TV itu.


Nah, dalam kajian itu sang ustadz memberikan ceramah tentang fasilitas apa yang baik dan yang kurang baik untuk perkembangan anak. Sang ustadz mengawali dengan bertanya pada audiens “Ibu-ibu, pertemuan sebelumnya saya memberikan PR pada ibu-ibu untuk menanyai atau meminta nak-anak ibu menyebutkan 5 tokoh yang terkenal. Sekarang jawabannya apa bu? Lebih banyak yang menyebutkan Superman, Batman dan teman-temannya atau Nabi Shalallahu’alaihi wassalam dan shahabat-shahabatnya?”. Peserta kajian pun menjawab dengan jujur agak malu-lamu dengan jawaban yang senada satu sama lain, yaitu tokoh-tokoh superhero. Kemudian sang ustadz mengatakan “Itulah hasil dari yang sudah kita lakukan selama ini.” Namun, ada seorang ibu dalam kajian itu sedikit mengelak dengan mengatakan “Tapi saya tidak pernah mengajarkan itu tadz.” Dengan bijak sang ustadz mengatakan “Ibu yang saya hormati, dalam kita mendidik anak, tentu kita harus pahami dulu bahwa pendidikan itu tidak hanya dalam keluarga saja, melainkan ada factor besar yang lainnya, sekolah dan lingkungan misalnya. Jika semua itu lepas dari control kita, tentu juga bisa membahayakan, terlebih jika kita tidak membentengi anak-anak kita dengan ilmu agama yang cukup, akan sangat mudah pengaruh-pengaruh negative masuk dalam diri anak kita. Nah, terkhusus kasus yang tadi, bagaimana anak-anak kita lebih hafal superhero daripada tokoh-tokoh Muslim, coba saya tanya pada ibu-ibu semuanya, Apakah ada diantara ibu-ibu di rumah ada yang tidak mempunyai TV?” Serentak ibu-ibu yang hadir sepakat mengatakan bahwa mereka semua mempunyai televisi. Kemudian ustadz pun melanjutkan “Nah, itulah ibu-ibu sekalian, barangkali itu yang belum kita sadari, kita memang tidak mengajarkan secara langsung, tapi kita memberikan fasilitas untuk anak-anak kita mengenal tokoh-tokoh itu. Dan mungkin yang belum kita lakukan adalah memberikan fasilitas juga bagi anak-anak kita untuk lebih mudah belajar tentang agama islam kita ini.”


Sahabat pembaca yang baik hatinya, coba kita bandingkan dengan kondisi di keluarga kita sahabat. Bagaimana anak-anak kita menikmati fasilitas yang kita berikan? Lebih banyak mana? Fasilitas yang mengarahkan anak-anak kita pada kebaikan (Islam) atau justru sebaliknya? So, sahabat pembaca yang baik hatinya, jika kita sudah terlanjur mengikuti tuntutan jaman dengan memberikan fasilitas seperti yang tercontoh di atas, ada baiknya kita juga membangunkan benteng pendidikan agama bagi anak-anak kita dengan porsi yang jauh lebih besar daripada saat-saat mereka bisa menikmati fasilitas-fasilitas itu.


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 28 April 2014
Posted by Unknown

Emansipasi di Negeri Kapital

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Hampir saja hari ini saya lupa menyapa sahabat lewat tulisan ini…waaaaahhhh bisa-bisa ada yang kangen nih (pede dikit boleh kaannn? Hehehe)

Sahabat pembaca yang baik hatinya, beberapa hari yang lalu saya menyaksikan siaran televisi yang sebenarnya acara humor. Lebih tepatnya dialog humor gitu lah. Kali itu tema yang diangkat tentang emansipasi wanita “Wanita karir atau Ibu rumah Tangga?” kurang lebih seperti itu judul pembahasannya. Entah memang sudah disetting atau benar-benar asli tanpa rekayasa, disana terjadi perdebatan yang cukup menarik. Salah seorang narasumber yang dia ini merupakan wanita yang boleh dibilang lebih sukses daripada suaminya secara materi, begitu ‘ngotot’ mengatakan bahwa wanita di jaman sekarang ini jangan mau kalah dengan laki-laki, wanita harus berkarir, toh buktinya hasilnya (materi) juga bisa lebih besar. Dia berpendapat bahwa menjadi ibu rumah tangga saja merupakan pengekangan, lagi pula mengurus rumah tangga itu bukan tugas istri semata, tapi juga suami dan gampangnya sekarang bisa menggunakan jasa pembantu untuk mengurusi urusan rumah termasuk anak-anak.


Terlepas dari scenario atau bukan, ada hal yang cukup menarik disana, karena pada kenyataannya memang banyak kasus serupa yang terjadi di kanan-kiri kita. Suami istri semua bekerja diluar dan urusan rumah diserahkan pembantu. Katanya demi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Apakah itu salah? Saya tidak akan membahas benar atau salahnya disini, karena kesemuanya itu akan memiliki kelebihan dan kekeurangan masing-masing, yang barang kali sahabat semua lebih bisa menerangkannya.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, terkadang ada sudut pandang yang salah dalam memaknai bekerja dalam rumah tangga. Ketika seorang suami ditanya “Istrimu aktivitasnya apa?” terkadang menjawab dengan “Cuma dirumah, ndak kerja kok, Cuma jadi ibu rumah tangga.” Meremehkan, itu barangkali kata yang tepat untuk menggambarkan bagi seorang suami yang menjawab dengan mengatakan “Cuma” seperti contoh tadi. Padahal, Kalau dihitung jenis dan jumlah pekerjaan yang dilakukan, barang kali apa yang dikerjakan seorang suami hanya sekian persen saja dari yang dilakukan seorang istri sebagai ibu rumah tangga. Merasa tidak terima dengan diremehkan, tak sedikit istri yang akhirnya memilih untuk berkarir diluar, mencari penghasilan secara materi. Dengan dalih demi mencukupi kebutuhan karena hasil suami tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, pada akhirnya, ketika semua egois seperti ilustrasi di atas, sering kali anak menjadi korban. Waktu untuk interaksi dengan orang tua menjadi langka. Belaian kasih sayang ibu menjadi mahal. Karena masing-masing sibuk hanya untuk mencari materi, materi dan materi yang ketika kembali ditanya akan menjawab “ini semua juga demi anak”.


Sahabat pembaca yang baik hatinya, coba, kita renungkan kembali, kenapa ketika mendengar kata bekerja, yang terngiang pertama kali adalah penghasilan/uang/materi? Seorang ustadz dalam sebuah kajian menasehati saya bahwa “Ketika kamu bekerja, jangan hanya mencari materi (uang), carilah Allah. Insya’ Allah akan dicukupkan bagimu apa-apa yang kamu butuhkan, bukan hanya sekedar yang kamu inginkan.” Dalam Qur’an, tak banyak pula ayat yang mengajarkan kita untuk bekerja menumpuk-numpuk dunia. Bahkan kita hanya dianjurkan agar tidak melupakan bagian kita di dunia, seperti yang tertuang dalam QS. Al Qosos (28) ayat 77. “Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan jangan kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia….”


Sahabat pembaca yang baik hatinya, jika kita memaknai emansipasi hanya sebagai bentuk kebebasan seseorang (wanita) untuk dapat melakukan hal yang sama seperti laki-laki, termasuk dalam mencari nafkah, yang ujung-ujungnya bisa memicu persaingan dalam keluarga bahkan saling menyombongkan diri dengan penghasilannya masing-masing, maka alangkah meruginya diri kita. Sah-sah saja dalam rumah tangga semua bekerja yang menghasilkan uang, hanya saja tentu porsi dan cara serta tujuannya yang harus dikontrol agar tidak menimbulkan hal-hal yang justru jauh dari kata kebaikan. So, Emansipasi bukanlah sekedar materi.


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 24 April 2014
Posted by Unknown

Kartini Islam

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, alhamdulillah kali ini saya masih diberikan Allah nikmat sehat dan sempat jadi pada hari yang berbahagia cerah dan meriah (halah lebay ya) saya bisa sedikit membagi kembali ilmu kepada sahabat pembaca sekalian. 

Sahabat pembaca yang baik hatinya, seperti yang kita ketahui bulan ke empat dalam kalender Masehi adalah bulan April. Banyak hal yang spesial berlangsung selama bulan April ini, sebagai contoh tetangga saya lahir dibulan April (mengenai nama dan tanggal serta tahun pastinya kita abaikan saja hehee). Hal yang tak kalah spesial yang selalu diperingati setiap bulan April jatuh pada tanggal 21, ada yang tahu apa? Hayooo apa? Anda penasaran? Sama saya juga?. Ya,,, saya akan memberi jawaban secara cuma-cuma, acara yang diperingati setiap tanggal 21 April adalah Hari Kartini. 


Apa yang menjadikannya spesial sehingga harus diperingati setiap tanggal 21? Sebagai informasi tambahan, Hari Kartini diperingati adalah untuk mengenang pahlawan yang bernama Kartini. Sahabat tentu tahu apa saja peran dan jasa Kartini kepada bangsa Indonesia. Yup, beliau mengangkat emansipasi wanita pada masanya dahoeloe. Naah,,,yang akan saya bahas hari ini adalah sebenarnya bagaimana emansipasi itu sesungguhnya dalam islam dan bagaimana seharusnya putra-putri kita dididik mengenai hal ini. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, sekedar memberi ilmu tambahan. Emansipasi berasal dari kata “emancipatio” yang asal kata sebenarnya adalah pembebasan dari tangan kekuasaan. Pada zaman Romawi kuno, emansipasi adalah sebuah tindakan pembebasan hak anak dari pengekangan orang tua mereka. Emansipasi yang dibawa oleh Kartini pada zaman dahulu adalah emansipasi yang membebaskan wanita untuk memiliki hak yang sama dengan kamu laki-laki dalam memperoleh pendidikan. Karena seperti sahabat tahu, wanita pada zaman dahulu dinilai sebelah mata terutama dalam bidang pendidikan dan peran sertanya dalam memajukan lingkungan. Namun pada masa sekarang, emansipasi kemudian diartikan sebagai persamaan derajat antara wanita dan laku-laki. Persamaan derajat yang benar-benar sejajar dan sama rata. Orang-orang dari barat membawa misi ini dengan tujuan menjadikan wanita memiliki jenjang yang sama dengan laki-laki, baik dari segi pendidikan, kekuasaan, harta benda, bahkan posisinya dalam suatu rumah tangga.
Lantas bagaimana sebenarnya islam menilai mengenai emansipasi ini? Sahabat pembaca yang baik hatinya, jauh sebelum bangsa barat memperkenalkan mengenai emansipasi ini. Islam mengangkat derajat wanita islam dalam keterpurukan kejahiliyahan.
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusu’ ... Allah telahmenyediakan kepada mereka ampunan dan pahala yang besar” (AlAhzab : 35). Menurut tafsir Imam Ibnu Katsir menyebutkan dari Ibnu Abbas r.a bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan pertanyaan para wanita “mengapa dalam Al-Qur’an disebutkan para lelaki sementara para perempuan tidak” maka kemudian turunlah ayat tersebut. Nah,,,sahabat dari ayat dan tafsir di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa sesungguhnya Allah tidak membedakan antara hak perempuan dan laki-laki dalam hak kepada Allah dan hak pengampunan. 


Dalam sebuah cerita lain disebutkan bahwa Rosulullah mengabulkan permintaan kaum wanita untuk mendapatkan pertemuan khusus bagi mereka untuk memperlajari ilmu yang sama didapatkannya oleh para kaum laki-laki. Namun kebabasan yang diberikan ini bukanlah kebebasan yang kebablasan, sehingga para kaum wanita masih tetap mengetahui bahwa tugas utamanya adalah sebagai ‘madrasatul uula’ madrasah pertama bagi anak-anaknya. 


Nah sahabat, mengenang jasa pahlawan merupakan salah satu cara untuk menghargai apa yang sudah beliau sumbangkan bagi kehidupan kita di masa kita sekarang ini. Tentu menanamkan ini kepada buah hati kita adalah hal yang penting. Namun, memberikan juga informasi tentang bagaimana islam mengaturnya dan hubungannya dengan Allah juga tidak kalah penting. Sehingga buah hati kita tidak hanya mendapat ilmu kosong tanpa isian ilmu aqidah. 


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 17 April 2014
Posted by Unknown

Zona Selamat Sekolah

Assalamu’alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya, pernahkah sahabat melintasi jalan raya yang disana diberikan rambu seperti judul di atas? Emmm biasanya rambu-rambu ini berupa jalan yang berada di depan sekolah kemudian dicat dengan warna merah lengkap dengan tulisan Zona Selamat Sekolah. Rambu-rambu ini dimaksudkan agar para pengendara kendaraan bermotor memperlambat laju kendaraannya ketika melewati jalan tersebut di jam-jam tertentu yaitu biasanya ketikan jam berangkat dan pulang sekolah. Tentunya dimaksudkan untuk menjaga keselamatan anak-anak yang keluar masuk sekolah dan juga para pengguna jalan yang lainnya. Sikap ini tentu wajib dilestarikan, selain untuk mewujudkan dari tujuan dibuatnya rambu-rambu itu sendiri, menurut saya ada sebuah filisofi menarik yang coba akan saya bahas pada kesempatan kali ini.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, maksud dari dibuatnya rambu-rambu tersebut menurut saya adalah untuk melindungi dan mendahulukan anak-anak sekolah itu sendiri dalam menuju aktivitas sekolahnya. Artinya, siapapun yang akan melintasi jalan yang bertuliskan Zona Selamat Sekolah tersebut hendaknya mendahulukan dan memberikan kesempatan anak-anak yang mungkin akan menyeberang terlebih dahulu, tentu salah satunya agar anak-anak ini tidak terlambat masuk kelasnya. Bayangkan bila dalam kondisi jalan yang padat, kemudian semua pengendara kendaraan bermotor ‘egois’ melintas tanpa memperhatikan rambu-rambu tersebut! Bukan tidak mungkin anak-anak yang akan menyeberang menuju sekolahnya itu akan jadi terhambat dan akhirnya telat masuk kelas karena arus kendaraan yang tak pernah putus atau bahkan tidak mau untuk sekedar berjalan pelan. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, sering kita dengar ungkapan bahwa “Sesuatu yang besar dapat diwujudkan dari hal yang sederhana.” Menurut saya ungkapan itu cukup sesuai dengan tema tulisan saya kali ini, bagaimana hanya dengan mendahulukan anak-anak untuk segera menuju sekolahnya, dengan contoh kecil kita mentaati rambu-rambu Zona Selamat Sekolah, itu artinya kita sudah turut mempersiapkan generasi penerus yang baik untuk bangsa ini? Kok bisa? Baik, kita akan buat kronologinya. Seorang anak akan menyeberang jalan didepan sekolahnya kemudian dari kejauhan, seorang pengendara mobil akan melintas, si anakpun menunggu mobil itu melintas. Karena melihat anak tersebut, sang sopir melambatkan laju kendaraannya sampai hampir berhenti dan memberikan isyarat kepada anak tersebut untuk menyeberang. Si anak pun akhirnya berhasil menyeberang dengan selamat dan masuk ke kelasnya tepat waktu dan si anakpun dapat mengikuti pelajaran dengan tenang dari awal sampai selesai. 


Sahabat pembaca yang baik hatinya, sekarang kita bandingkan dengan kasus yang ke dua. Seorang anak akan menyeberang jalan didepan sekolahnya kemudian dari kejauhan, seorang pengendara mobil akan melintas, si anakpun menunggu mobil itu melintas sampai mobil itupun melintas dengan kencangnya. Setelah mobil itu melintas, ternyata dibelakangnya masih ada kendaraan lainnya, si anak pun harus menunggu lagi, lagi dan lagi. Kondisi ini berjalan sekitar 30 menit dan belum juga terputus arus kendaraannya bahkan makin deras. Tiba-tiba ada sebuah kesempatan dimana jalan itu lengang dan akhrinya si anak dapat menyeberang. Tapi, ternyata si anak sudah terlambat dan tidak boleh masuk kelas sebelum mendapatkan surat dari Guru BP/BK di sekolah itu. Untuk mendapatkan surat, si anak harus menerima hukuman lari keliling halaman sekolah terlebih dahulu. Masuk kelas, anak ini masih kena marah. Dalam kondisi lelah dan tertekan tentu si anak akan berkurang daya tangkapnya terhadap pelajaran bahkan kadang sama sekali tidak bisa mengikuti pelajaran.


Nah, sahabat pembaca yang baik hatinya, peduli terhadap pendidikan (sekolah) anak tidak serta-merta kita harus menjadi guru atau pendidik di sekolah. Melakukan hal sederhana pun bisa menjadi wujud kepedulian kita, seperti yang sudah dicontohkan di atas. Dan tentunya masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan. So, mari kita katakan pada anak-anak kita “Anak-anak ku, kalian memasuki zona SELAMAT SEKOLAH, bersekolahlah dengan sungguh-sungguh dan raihlah cita-citamu serta jadilah generasi yang membanggakan.”


Saya : 100% Kak Wall
Senin, 14 April 2014
Posted by Unknown

Guru Terbaik

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Hari ini saya akan menyampaikan sebuah cerita yang saya angkat dari sebuah kejadian nyata.

Dalam sebuah pelatihan, ketika itu saya menjadi juru kamera, ada sebuah kejadian yang bisa dibilang lucu tapi juga memalukan. Lucu bagi yang melihat tapi memalukan bagi yang mengalami. Kurang lebih seperti ini kejadiannya, seorang peserta diminta maju ke depan untuk menerima tantangan. Nah, majulah seorang anak laki-laki dari sekian banyak peserta. Pembicara pun mulai memberikan tantangan, yaitu meminta peserta tadi untuk melemparkan bola masuk ke dalam sebuah wadah dengan jarak tertentu. Lemparan pertama gagal, kemudian pembicara meminta untuk maju satu langkah. Langkah pertama biasa saja, dan belum cukup mampu membuat lemparan bolanya masuk sasaran karena jarak masih cukup jauh. Kemudian pembicara meminta untuk maju lagi satu langkah dan di langkah ke dua ini dilakukan dengan sangat semangat dan sejauh mungkin yang dia mampu lakukan.Tapi, tetap saja belum berhasil. Dan terakhir, pembicara meminta untuk maju satu langkah lagi, kali ini bukan melangkah yang ia lakukan, tapi melompat sehingga jarak menjadi sangat dekat dengan sasaran. 


Tapi ada sedikit kejanggalan dari tingkah si anak ini setelah melompat tadi, seakan kurang nyaman untuk bergerak sedikitpun, dan ternyata celana si anak ini robek dibagian yang 'emmmm rasanya tidak perlu saya sebutkan'. Sontak, semua peserta langsung tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan kejadian itu. Dengan wajah malu, peserta tadi tetap melanjutkan tantangan dari pembicara dan akhrirnya hadiah pun diperolehnya. Setelah sedikit saya perhatikan model celana si anak ini, menurut saya memang kurang sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Yupz, kalau sahabat tau model celana pensil? yah, barangkali seperti itulah celana yang dikenakannya, mungkin ingin bergaya kali ya? :')

Sahabat pembaca yang baik hatinya, ada sudut pandang lain yang coba saya pakai untuk menilai kejadian itu, yaitu dengan sebuah pertanyaan "Bagaimana kalau anak kita yang mengalami kejadian itu. Sedangkan kita menyaksikannya?" Apa jawaban sahabat? Ikut mentertawakan kah? atau tertunduk malu kah? Silakan dijawab sendiri-sendiri. Sahabat pembaca yang baik hatinya, kejadian itu memanglah kejadian yang sederhana dan boleh dikatakan sepele. Tapi, akibat yang diterima si anak mungkin akan lebih besar, entah diledek teman-temannya, atau enggan untuk mengekspresikan kemampuannya lantaran trauma dan lain sebagainya. Sekarang coba kita tarik ke belakang, apakah ada faktor dari kita sebagai orang tua? Apakah kita sudah memberikan yang terbaik untuk anak kita?

Mari kita jawab, pertama si anak ini tidak mematuhi perintah pembicara, karena saking semangatnya, disuruh melangkah tapi dia melompat. Tugas bagi kita untuk membuat anak-anak kita semangat dalam menjalani aktivitas-aktivitasnya, karena kita tau, dengan semangat itu pasti akan membuat segala aktivitas menjadi terasa lebih ringan untuk dilakukan. Tetapi, tugas kita pula untuk mengingatkan bahwa segala sesuatu yang telah diatur itu pasti ada tujuannya. Misalnya dalam beribada shalat, kenapa diatur sedemikian rupa waktu juga tata caranya tentu ada maksud dari semua itu. Nah, kepatuhan kepada aturan yang baik dan yang benarlah yang seharusnya kita tanamkan pada diri anak-anak kita sejak dini.


Ke dua, si anak ini mengenakan celana yang kurang pas modelnya dengan aktivitas yang dilakukannya. Tentu saja akan sangat berisiko dengan model celana sempit itu sedangkan dia melompat-lompat. Maksudnya seperti ini sahabat, kita hendaknya juga mengajarkan pada anak-anak kita untuk menempatkan segala sesuatu sesuai dengan porsinya. Bersikap sewajarnya dan tidak berlebih-lebihan.

So, sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita ajarkan pada anak-anak kita agar mereka mematuhi aturan-aturan yang baik dan benar dan juga bersikap yang baik serta dalam batas keajawaran, agar kelak mereka tidak pernah merasa malu dan menjadi bahan tertawaan. Tentu saja bukan hanya di hadapan manusia saja, lebih dari itu, jangan sampai anak-anak kita kelak harus tertunduk malu di hadapan Rabbnya lantaran tingkah lakunya di dunia. Tetapi, mereka bisa menjadi umat yang membanggakan lantaran prestasi-prestasi yang telah dilakukannya. Tentu saja semua itu tidak terlepas dari peran kita. Peran untuk apa? Peran untuk menjadi teladan yang baik bagi mereka. 


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 10 April 2014
Posted by Unknown

Siapa yang Memalukan?

Assalamu'alaikum sahabat pembaca yang baik hatinya. Bagaimana kabar sahabat hari ini? Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.

Sababat pembaca yang baik hatinya, ada sebuah cerita tentang sebuah ajang perlobaan mendongeng anak-anak. Terang saja, yang namanya lomba dongeng anak-anak tentu saja pesertanya juga anak-anak. Untuk mempersiapkan lomba ini, setiap peserta diberikan waktu selama satu bulan untuk berlatih di rumah bersama orang tua sebagai pelatihnya. Nah, tentu saja mau tidak mau setiap orang tua peserta juga ikut berlatih dan belajar tentang materi yang harus disampaikan agar bisa mengajari si anak.


Ada salah seorang anak yang juga peserta, sebut saja namanya Putri. Selama satu bulan Putri juga seperti peserta yangh lain, berlatih untuk mempersiapkan diri sebaik mungkin. Sampai tibalah hari dimana lomba itu dilaksanakan. Sesuai nomor undian, Putri mendapat giliran nomor 7. Sambil menyaksikan satu-persatu peserta lain tampil, Putri terus berusaha untuk mengingat-ingat hasil latihannya. Sampai tiba sang MC memanggil "Kita sambut peserta no 7, Puuutriiiiii..." Kemudian naiklah si Putri ke atas panggung. Tapi, entah karena apa, ditengah-tengah ia bercerita, tiba-tiba Putri terdiam seolah lupa tentang materi yang sudah dihafalkannya sebelumnya. Melihat kejadian itu, sang Ibu memberi sambutan yang kurang positif dan berteriak "Kamu ini bagaimana???!!! Mama sudah ngajarin kamu sebulan, masa' gitu aja gak bisa? mama kecewa sama kamu. Kamu ini malu-maluin Mama aja!!!" Tentu saja si anak langsung tertunduk malu dan mulai meneteskan air mata mendengar Mamanya mengatakan seperti itu di atas panggung. 


Melihat kejadian itu, sang MC langsung mendekati Putri dan memeluknya kemudian berkata "Baik, hadirin sekalian, karena hari ini ternyata Putri baik hati pada Mamanya, maka kali ini Putri akan berbagi waktu pada mamanya untuk melanjutkan ceritanya. Mari, kita sambut dengan meriah, Mama Putriiii..." Setelah sempat menolak beberapa saat, akhirnya Mama Putripun mau naik ke atas panggung. Tapi apa yang terjadi sahabat? Jangankan untuk melanjutkan cerita, untuk mengucapkan sepatah katapun si Mama ini tah mampu dan akhirnya turun dari panggung dengan wajah malu penuh penyesalan.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, sungguh sikap yang kurang bijaksana yang dilakukan si Mama dalam cerita itu. Karena kecewa dengan penampilan si anak, si Mama langsung menghujat di depan umum seperti itu. Tapi disisi lain ia tidak mengerti bahwa ini adalah proses belajar si anak dan bukan sesuatu yang buruk ketika dalam belajar mengalami sebuah kegagalan. Mungkin si Mama bermaksud agar anak termotivasi dan melanjutkan ceritanya, tapi dalam keadaan seperti itu yang ada anak justru semakin tertekan dan barang kali akan lebih baik jika si Mama tersebut membesarkan hati si anak. Bukankan sesuatu yang semakin memalukan kalau ternyata si Mama juga tidak mampu seperti itu?

Sahabat pembaca yang baik hatinya, tulisan ini akan saya tutup dengan sebuah nasehat yang sering diucapkan bapak saya (meskipun beliau bukan orang terkenal, boleh dong saya sebuuut?) kurang lebih seperti ini nasehat beliau "Jangan menasehati anak di depan orang banyak, apalagi memarahinya, karena itu hanya akan mebuat dia malu. Carilah waktu yang tepat dan ajak bicara empat mata."


Saya : 100% Kak Wall
Kamis, 03 April 2014
Posted by Unknown
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -