Archive for Juli 2013

Belajar Lebih Peka

Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, inspirasi ibarat jodoh ataupun rejeki, ketika dikejar belum tentu dapat, tapi kadang justru datang dengan sendirinya. Begitu juga ketika saya akan menulis catatan ini. Buku-buku saya buka, internet saya jelajahi, daun-daun saya bolak-balik, tapi belum ada juga yang “CLING.” Tiba-tiba kumandang adzan ‘asar sudah terdengar. Hemmm… sayapun meninggalkan tulisan saya yang baru tertulis TANPA JUDUL di bagian atas. Sekembali saya dari masjid, terlintas dibenak saya sebuah relief berbentuk dua orang yang sedang bersalaman dan bertuliskan “AYO SILATURAHIM” yang itu tidak lain berada di sebuah rumah dekat tempat kerja.

Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, tentunya sangat kita sadari bahwa setiap kita tidak bisa hidup sendiri, sekalipun seorang yang tinggal di tengah hutan sebatangkara. Kalau pun tidak ada orang lain di dekat kita, tentu ada makhluk lainnya, kalaupun tidak ada juga, yang pasti ada Allah bukan?

Setiap hal apapun di sekitar kita pasti akan mengirimkan signal-signal yang bisa kita tangkap, bisa signal yang sangat lugas dan jelas sehingga dengan mudah kita tangkap signal itu, namun tidak jarang signal-signal yang mereka kirimkan itu kurang bisa kita tangkap, bukan berarti signal itu lemah tapi lebih bagaimana kepekaan kita terhadap signal itu. Sebagai contoh, kita sedang berdo’a mengharap sesuatu, belum tentu Allah memberi kita langsung dalam bentuk seperti yang kita inginkan, bisa jadi hanya sebuah isyarat-isyarat agar kita mengupayakan sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita harapkan itu.
 
Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, itu hanya sebagian kecil dari signal-signal yang harus kita tangkap dari sekitar kita. Bisa dari lingkungan yang butuh peran kita disana, atau dari orang yang butuh perhatian lebih dari kita, atau orang yang ingin dekat dengan kita dan masih banyak contoh-contoh yang lainnya. Kesemua itu tentunya mengharuskan kita lebih peka untuk menangkap signal-signal tersebut.
 
Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita berusaha menjadi pribadi yang lebih peka terhada apa-apa yang ada disekitar kita dan dalam hal apapun. Karena bukan hal yang tidak mungkin apa-apa yang ada di sekitar kita, yang mungkin terlihat kecil dan sederhana, tapi justru memberikan kemanfaatan yang besar untuk kita semua.

Saya : 100% Kak Wall. Salam hangat penuh semangat.
Senin, 29 Juli 2013
Posted by Unknown

Watak Apa Watuk?

Assalamu’alaikum, sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, meskipun bapak saya bukan orang terkenal, tapi saya akan mengutip sedikit perkataan beliau yang pernah diajarkan kepada saya. Bapak saya pernah berkata “Watak kui karo watuk munine mirip tapi beda, nek lara watuk diombeni K*mix spisan isa mari, tapi nek lara watak, dikandani bola-bali durung mesti mari” Maksudnya kurang lebih seperti ini, kalau yang namanya watuk (penyakit batuk) bisa disembuhkan dengan minum obat, bahkan dengan sekali minum. Tapi kalu watak (karakter) yang kurang baik, dinasehati berkali-kalipun kadang masih saja tetap sama dan tidak berubah. Kata-kata yang cukup sederhana namun sarat makna di dalamnya.
 
Sering kita jumpai dalam pergaulan kita dengan orang-orang di sekitar kita, baik teman, sahabat, saudara maupun keluarga, nasehat-nasehat yang ditujukan untuk diri kita dari orang-orang disekitar kita itu. Kata-kata yang bersifat membangun dan memperbaiki kekurangan dalam diri kita. Sebagai manusia biasa, tentunya kita tidak luput dari sikap ataupun sifat yang kurang baik yang entah kecil ataupun besar berada dalam diri kita. Sebagai contoh : Egois, arogan, sombong, angkuh, menang sendiri ataupun sifat-sifat syaithan lainnya. Ada berbagai karakter orang dalam menerima dan melaksanakan nasehat yang baik untuk dirinya :
 
1. Mudah melakukan mudah kembali.
Kebaikan atau kelebihan dari tipe ini adalah orang ini mudah menerima nasehat dan juga mudah melaksanakannya. Tapi kekurangannya tipe ini mudah kembali ke sifat semula. Orang jawa bilang “Obor Blarak.”

2. Sulit melakukan sulit kembali.
Tipe orang seperti ini sebenarnya hanya perlu waktu untuk menerima dan melakukan nasehat yang baik untuk dirinya, karena jika orang ini sudah mengerti tentang kebaikan dari nasehat itu dia akan melakukannya dengan sungguh-sungguh dan sulit untuk kembali ke sifat asalnya.

3. Mudah menerima sulit kembali.
Nah, ini adalah sebaik-baik tipe orang yang mendapat nasehat. Ketika orang ini mendapatkan nasehat yang baik untuk memperbaiki dirinya akan dengan mudah menerima dan melakukannya dan yang lebih hebatnya lagi sulit kembali ke sifatnya yang semula.

4. Sulit menerima mudah kembali.
Hati yang mati, itu ungkapan yang tepat untuk orang yang sulit menerima nasehat kebaikan. Orang seperti ini cenderung sulit bahkan tidak mau mendengarkan nasehat kebaikan untuk dirinya. Kalaupun ia melakukannya, hanya sekedarnya dan begitu saja berlalu. Seperti ungkapan “masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.”

Coba kita refleksikan pada diri kita, tipe manakah diri kita saat ini? Apapun tipe kita saat ini, semoga penyakit WATAK yang ada dalam diri kita dapat kita ubah menjadi WATUK yang cukup dengan sekali obat bisa disembuhkan. Dan patutlah kita bersyukur ketika masih ada orang-orang yang mau menasehati kita, karena itu bukti kecintaanya kepada diri kita. Dan senantiasa do’akan orang-orang yang masih mau memberikan kita nasehat kebaikan agar senantiasa diberikan kesabaran.

Ingatan untuk kita :
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” QS. Al Ashr : 1-3

Saya : 100% Kak Wall. Salam
NB: Special Thank’s buat orang-orang yang selalu bersabar memberikan kepada diri saya nasehat-nasehat kebaikan. Dan mohon maaf jika belum bisa maksimal melaksanakannya. Jazzakumullah khairan katsiran. :’)
Kamis, 25 Juli 2013
Posted by Unknown
Tag :

Setahap Demi Setahap

Assalamu’alaikum. Sahabat-sahabat pembaca yang Insya’Allah dirahmati Allah, sudah menjadi fitrah diri kita bahwa kita akan selalu mengalami proses, dari mulai kita dilahirkan, tumbuh menjadi balita, anak-anak, remaja, dewasa dan hingga sampai tua ataupun mati. Masih banyak proses-proses lagi yang lainnya yang tentunya kita temui, misalnya seperti proses pendidikan, membangun usaha, membangun rumah tangga (sok-sokan, padahal belum) dan lain sebagainya tak terkecuali dalam kita memperjuangkan jalan Islam yang kita pegang.

Proses yang kita jalani baik yang alami (sudah menjadi fitrah) ataupun yang kita kehendaki, tentunya tidak lepas dari tantangan-tangtangan didepannnya. Nah, kali ini akan saya coba bahas tentang salah satu proses yang menjadi kwajiban kita sebagai seorang Muslim, yaitu menuntut ilmu. Tentunya sahabat-sahabat pembaca sudah sangat hafal dan mengerti dalil berikut ini “Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap orang Islam.” Sudah menjadi keharusan bagi setiap kita menuntut ilmu dan yang paling utama adalah ilmu dien. Nah, dalam mencari ilmu agama, ada tahapan-tahapan yang harus kita jalani agar ilmu yang kita dapat dapat semakin bermanfaat. Apa saja tahapan itu? Mari kita simak :

Pertama, Mencari Ilmu
Tahap pertama yang harus kita jalani adalah mencari ilmu itu sendiri. Banyak sekali jalan yang bisa kita tempuh untuk mendapatkannya baik formal maupun non formal. Misalnya : sekolah, Madrasah, kajian, baca buku, internet dll. Yang kesemua itu Insya’ Allah ada dan mudah kita dapatkan di sekitar kita. Rasanya hari gini sudah ndak layak ada pertanyaan “Aku mau ngaji, tapi dimana?”

Kedua, Mengamalkan Ilmu
Setelah ilmu kita dapatkan, apakah cukup kita simpan saja? Tentu saja tidak,bukan? Ilmu yang kita terima dan kita simpan baik dalam pikiran ataupun catatan, haruslah kita amalkan agar semakin berkah ilmu tersebut.

Ketiga, Mendakwahkan Ilmu
Ilmu yang kita miliki akan semakin berkah jika kita mau mendakwahkan, dari sekedar kultum, ngisi pengajian, atau ngajar TPA atau menjadi Guru Agama dll. Semua itu bisa menjadi ladang kita mendakwahkan ilmu. Sahabat tentu juga hafal kalo Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu dari amal yang tidak akan terputus walaupun kita sudah mati. Hemmm… Luar biasa.

Keempat, Sabar
Nah, satu hal ini yang sering kita tinggalkan dalam berdakwah. Terkadang kita sudah merasa sering mengajak sodara kita shalat ke masjid misalnya, tapi belum juga berhasil, kadang muncul dari lisan kita “Ah, males ngajak terus, gak pernah mau.” Atau dengan adik-adik TPA yang kita ajar “Diajari dari gundul sampai gondrong gak mudeng-mudeng.” Dan contoh yang lainnya. Kesabaran mutlak dibutuhkan dalam kita berdakwah agar orang yang kita ajak atau sekedar kita ingatkan tidak merasa tersinggung dan tentu dengan harapan mau menerima apa yang kita sampaikan.

Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, pertanyaan untuk diri kita, sudah sampai manakah tahapan yang disamapikan diatas kita lalui? Belum terlambat kalopun kita masih berada di tahap yang pertama, masih ada waktu, Insya’ Allah.

Saya : 100% Kak Wall, Salam Ramadhan
Jumat, 19 Juli 2013
Posted by Unknown
Tag :

Membangun Karakter Dengan Cerita

Assalamu’alaikum. Sahabat-sahabat pembaca yang semoga senantiasa bergerak maju mengoptimalkan anugerah potensi yang ada dalam diri kita. Apa kabar sahabat hari ini? Semoga senantiasa dalam lindungan-Nya.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, kalo semua orang ditanya “Apa anda suka mendengarkan cerita?” barang kali mayoritas dari kita akan menjawab “Ya”, terlebih cerita yang kita dengarkan itu sebuah cerita yang menarik, menginspirasi, ataupun sekedar menghibur. Bahkan obrolan kita juga akan semakin renyah kalo kita juga saling bercerita dengan semangat. Cerita adalah sebuah media untuk menyampaikan pesan yang dapat diterima oleh semua kalangan, dari anak-anak, remaja sampai dewasa. Lebih dari itu, cerita-cerita yang sering kita dengar atau kita baca disadari maupun tidak akan membentuk karakter si pendengar atau pembaca. Hemmmm… luar biasa bukan.

Coba kita tengok di negeri kita ini, kata orang, penduduk Minang suka merantau, bisa jadi karena mereka terinspirasi cerita Maling Kundang yang sukses di Perantauan. Lagi, Kenapa di Tanah Jawa banyak kasus tentang Pornoaksi maupun pornografi? Bukan tidak mungkin karena cerita/dongeng tentang Jaka Tarub. Bisa dibayangkan kan gimana imajinasi seseorang yang mendengar cerita tentang Jaka Tarub yang mengintip bidadari yang sedang mandi dengan mengendap-endap kemudian mencuri selendangnya? (Sahabat pembaca gak usah membayangkan aja yah?) Nah, kalo itu cerita yang sudah cukup tua. Bagaimana dengan cerita-cerita masa kini yang disajikan melalui robot hebat yang memungkinkan kita melihat dunia ini yang bernama Televisi? Hemmm…rasanya ndak kalah berpengaruh, bahkan lebih parah, karena bukan hanya mempengaruhi pola pikir, tetapi juga pola bergaul, berpakaian dll. Hemmm…..

Lalu pertanyaanya “Apa kita tidak boleh bercerita dalam mengajarkan sesuatu?” Tentu saja boleh, di atas sudah dibahas bahwa cerita adalah media yang cukup efektif untuk menyampaikan sebuah pesan, tinggal pandai-pandanya kita mengambil sumber cerita dan mengemasnya agar menjadi menarik. Tak perlu khawatir mencari referensi sumber cerita, karena di dalam Al Qur’an banyak sekali cerita yang dapat kita kutip sebagai media kita menyampaikan pesan. Begitu juga dengan Hadits, Sirah Nabi dan juga cerita sahabat-sahabat terdahulu. Kalaupun cerita harus dikarang sendiri, sebisa mungkin jangan sampai mengandung unsur yang menyesatkan dan memicu kerusakan.
So, Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita lebih selektif dalam mendengarkan, mempelajari terlebih mengajarkan sebuah cerita kepada orang-orang sekitar kita, bisa jadi cerita yang kita sajikan yang semula hanya untuk hiburan justru menjadi awal dari kerusakan. Dan semoga cerita Qur’ani (cerita yang bersumber dari Al Qur’an) bisa menjadi solusi yang efektif untuk membangun karakter generasi muslim, yang akan meneruskan perjuangan ummat Islam di Bumi ini. Aamiin

Saya : 100% Kak Wall, Salam Ramadhan
Senin, 15 Juli 2013
Posted by Unknown

Mana Dulu Ya?

Assalamu’alaikum… sahabat-sahabat pembaca yang Insya’ Allah dirahmati Allah, didalam menjalankan peran kita sebagai seorang manusia, tentu saja banyak sekali amanah yang harus kita jalankan, baik yang hubungannya dengan Allah SWT ataupun yang hubungannya dengan pergaulan kita dengan sesama ciptaan Allah. Amanah-amanah yang harus kita jalankan itu tentunya tidak lepas dari sebuah prioritas dari amanah itu sendiri, mana yang harus didahulukan dan mana yang bisa dikerjakan kemudian.

Nah, bagi kita yang sering bingung menentukan amanah mana yang harus kita dahulukan, ada baiknya kita belajar tentang skala prioritas. Hemmm tidak mudah memang ketika kita dihadapkan dengan sesuatu pilihan yang berat. Misalnya seperti ini “Suatu ketika kita dihadapkan diantara dua pilihan amanah yang harus dikerjakan dalam waktu yang bersamaan, pertama, mendadak kita harus menghadiri rapat ditempat kerja/kantor kita yang mungkin atasanya Galak, kedua kita harus megajar TPA yang kebetulan hanya kita yang mengajarnya.” Hemmmm pilih mana coba?

Mungkin dalam benak akan berkecamuk “Wah, kalo gak rapat nanti kalo dipecat gimana? Makan apa anak istri nanti?(khusus yang sudah beristri), tapi kalo TPA gak diajar, nanti anak-anak gimana juga? Kasian kan kalo udah datang trus ternyata libur?”

Itu hanya satu contoh saja dan bukan tidak mungkin kita akan dihadapkan dengan pilihan-pilihan amanah yang lebih berat daripada itu. Hemmmm tidak mudah memang untuk milih mana dulu disaat-saat seperti itu. Apa perlu shalat istikharah dulu ya? Mungkin bisa jadi iya, tapi kan tidak semua pilihan memberikan kesempatan kita untuk berfikir panjang, paling mentok kita bilang “Yaudahlah, milih ini aja.”

Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, begitulah kalo kita tidak tahu pedoman dalam menentukan pilihan, biasanya kita akan bingung dan keputusan yang diambil dalam kebingungan tentunya jauh berbeda dengan keputusan yang kita ambil dalam kondisi yang tenang. Tenang bukan berarti waktunya harus lama atau panjang, melainkan tenang karena sudah punya pedoman dalam memilih. What is that? (halah sok-sokan britis). Maksudnya apa pedoman yang sebaiknya kita pegang dalam menentukan pilihan amanah mana yang harus kita kerjakan terlebih dahulu? Ada yang tau?

Sahabat pembaca yang baik hatinya, dalam menentukan sebuah pilihan amanah mana yang harus kita dahulukan, sudah menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk mendahulukan yang semestinya kita dahulukan, nah, sahabat-sahabat pembaca sekalian, Apa sih yang lebih pantas mengalahkan Allah dan Rasulnya dalam kita menentukan pilihan? Hemmmm… saya kira semua sepakat tidak ada. So, sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, sudah jelas kan gimana kita harus memilih kan? Yupz… mari kita pilih yang lebih mendekatkan kita dengan Allah dan Rasul-Nya. Dan semoga kita semua mendapat bimbingan-Nya untuk selalu memantapkan pilihan yang lebih mendekatkan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Aamiin…

Ingatan untuk kita :
Katakanlah: "Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah : 24)

Saya : 100% Kak Wall, Salam.
Kamis, 11 Juli 2013
Posted by Unknown
Tag :

Belajar Ikhlas

Assalamu’alaikum. Sahabat pembaca yang insya’ Allah dirahmati Allah, Ikhlas, sebuah kata yang sering kita dengar bahkan sering kita ucapkan dalam keseharian kita. Ketika sedang ditimpa musibah “Ya sudahlah, ikhlaskan saja” ketika sedang menasehati sahabat-sahabat kita yang dalam kesulitan “ikhlaskan saja, biar lebih tenang” dan sebagainya. Hemmm… kata yang sangat ringan diucapkan tapi sungguh luar biasa hikmah di dalamnya.

Sahabat pembaca yang baik hatinya, segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita, jika kita kembalikan kepada Allah atau menyerahkan kepada Allah, jika itu sebuah beban tentu akan terasa jauh lebih ringan, jika itu ujian kesenangan tentu tidak akan membuat kita lalai, jika itu sebuah kesedihan tentu tidak akan membuat kita larut dan jika itu sebuah perjuangan tentu tidak akan membuat kita mudah menyerah. Kira-kira seperti itu definisi ikhlas yang kita rasakan sehari-hari.

Satu poin saja yang akan saya angkat disini, tinggal menghitung hari (bukan kata krisdayanti lho) bahkan hitungan jam kita akan memasuki bulan yang kita nanti-nantikan, bulan yang penuh barakah, penuh ampunan dan keluarbiasaan yang lainnya, yang tentunya haruslah kita berjuang didalamnya. Nah, ibadah utama yang akan kita lakukan dibulan Ramadhan tentunya juga sangat mengharuskan kita untuk ikhlas dalam menjalaninya. Bagaimana kita harus menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan atau merusak ibadah kita itu.
 
Bagi sebagian aktivis dakwah, bahkan barang kali kita termasuk didalamnya, tentu saja akan semakin banyak amanah mengisi kajian atau menjadi pembicara kultum, mengisi TPA dan sebagainya. Nah, tentu disini juga tidak kalah mengharuskan kita untuk memurnikan niat kita, maksudnya ya ikhlas tadi. Karena tentunya balasan dari Allah itu sebaik-baiknya imbalan. Jangan sampai di bulan yang suci justru kita memanfaatkannya untuk mengikuti dalil berikut ini :
Al imanu fii ‘AMPLOPihim. Khairul Forum bii khoirul ‘Amplop, khairul ‘Amplop bii khairul ‘Isi, khairul ‘Isi bii khairul Ghambar.” Rawahu Syaithan. Naudubillah…
 
Mari kita ingat kembali bahwa ikhlas itu adalah salah satu syarat diterimanya amal-amal kita bukan? So, meniatkan segala amalan kita dengan mengikhlaskan karena mengharap ridho Allah sudah tentu yang harus kita lakukan. Karena, Setiap amal itu tergantung kepada niatnya. Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya amal itu tidak lain hanyalah dengan niat dan sesungguhnya bagi setiap orang apa yang diniatkan." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

So, sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita sma-sama belajar tentang keiklasan, bukan sekedar belajar apa itu ikhlas, tapi yang terpenting bagaimana kita meniatkan segala amalan yang kita lakukan hanya karena Allah semata dan juga mengembalikan apa-apa yang terjadi kepada diri kita itupun juga karena Allah. Ingatan untuk kita. Allah berfirman dalam QS Az Zumar : 11,“Katakanlah, Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”.

Saya : 100% Kak Wall, Salam.
Selamat menjalankan ibadah di Bulan Suci Ramadhan. Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Senin, 08 Juli 2013
Posted by Unknown
Tag :

Salah Mindset

Boas, seorang pemuda dari timur negeri ini yang tengah merantau ke kota pelajar untuk menggapai cita-citanya. Boas kecil bercita-cita kuat ingin menjadi dokter spesialis bedah. Semenjak duduk di bangku sekolah dasar, terlihat bakat yang cukup menonjol dari dirinya, namun bakat itu tidak sejalan dengan cita-citanya. Menggambar, itulah bakat yang ditemukan dari boas oleh sang Guru di sekolah dasarnya itu. Ketika sang Guru mengajarkan siswa-siswanya menggambar, Boas kecil sangat antusias mengikutinya, bahkan hasil karyanyapun di atas rata-rata teman sekelasnya.

Tanpa sadar, boas ternyata semakin hari semakin menyukai bakatnya itu, bahkan menjadi hobi dan yang lebih hebatnya lagi dengan karyanya itu Boas sering menyabet gelar juara dari sekian banyak lomba yang ia ikuti. Kejadian itu berlangsung dari sejak masih duduk di bangku sekolah dasar hingga ia lulus SLTA. Setelah lulus SLTA, Boas memutuskan untuk merantau ke Kota Gudeg untuk melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi. Alhasil, ia pun diterima di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Kota Gudeg itu.
Suatu ketika, terjadi perbincangan antara Boas dengan temannya Udin.
Udin : “Boas, kenapa kamu kuliah di sini?”
Boas : “ Ya karna aku ingin mewujudkan cita-citaku lah..”
Udin : “Apa itu?”
Boas : “ Waktu kecil aku bercita-cita jadi Dokter bedah,, tapi…”
Udin : “Disini kan tidak ada jurusan itu???!!!”
Boas : “Tunggu dulu, aku belum selesai crita. Tapi semenjak aku tau kalo aku punya bakat menggambar, aku mengubah cita-citaku.”
Udin : “Apa? Pelukis? Komikus? Atau Arsitek?”
Boas : “Bukan! Aku igin sekali melihat pemandangan. Itu cita-citaku. Karena sejak kecil aku belum pernah melihat pemandangan.”
Udin : “Hah???!!! Pemandangan???” (Udin pun heran)
Boas : “Waktu SD, guruku sering mengajarkanku menggambar pemandangan dan itu sangat menarik. Itu pula yang sering membuatku sering mendapatkan juara di berbagai lomba.”
Udin : “Trus, apa yang kamu gambar?” (semakin heran)
Boas : “Aku selalu menggambar pemandangan yang indah sekali, seperti yang bisa kita lihat dari sini, ada gunung,,,, ada matahari di atasnya,,, ada burung-burung terbang,,,ada sawahnya,,, ada jalan menuju ke Gunung itu.. pokoknya indah sekali dan selama ini hanya bisa ku nikmati lewat gambar saja.”
Udin : “Memang di tempat tinggalmu tidak ada pemandangan?”
Boas : “ Tidak ada. Di tempat tinggalku Cuma ada pantai-pantai saja, tidak ada pemandangan.”
Udin : “dari mana asalmu?”
Boas ; ”Raja Ampat.”
Udin : “…???%%%#@$%&*#@!”

Sahabat pembaca yang baik hatinya, bagaimana menurut sahabat-sahabat sekalian cerita tadi? Sekilas memang kelihatan lucu cerita diatas. Tapi bagaimana mungkin seseorang bisa mengatakan belum pernah melihat pemandangan sementara ia tinggal di sebuah tempat yang banyak sekali orang ingin pergi kesana untuk menikmati keindahannya? Apa dia sudah bosan? Jawabannya Tidak. Karena dia merasa tidak pernah menemui keindahan seperti yang selama ini dibayangkan ketika mendengar kata PEMANDANGAN. Dan ironisnya, masih banyak Boas yang lain yang ada di sekitar kita, bahkan mungkin diri kita sendiri. Coba kita tanyakan pada diri kita, “Apa yang muncul pertama kali dalam benak kita ketika mendengar kata PEMANDANGAN?” boleh jadi tak ubanya dengan cerita di atas.

Dalam sebuah pelatihan yang pernah saya ikuti, seorang Trainer menginstruksikan kepada seluruh peserta untuk menggambar. Trainer itu mengatakan “Dalam waktu satu menit, silakah gamnar pemandangan!” Alhasil, 90% dari peserta menggambar dengan bentuk yang hamper mirip, yaitu persis seperti cerita di atas. (Alhamdulillah waktu itu saya menggambar objek lain. Ngeles dikit. Hehehe)

Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya. Ternyata begitu kuat tertanam dalam pikiran mayoritas dari kita tentang arti PEMANDANGAN itu. Bahkan mungkin sudah mendarah daging, sampai-sampai sudah kita turunkan ke anak cucu kita. Hemmmm. Sekarang pertanyaanya, “Apa sampai saat ini para pendidik di Negeri ini juga masih mengajarkan hal yang sama untuk anak-anak saat ini?” Barang kali jawabannya “Ya”

So, sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita bersama benahi pola pikir kita dan generasi penerus kita nanti. Jangan sampai kita menanamkan pola pikir yang salah dan sempit kepada anak-anak kita atau generasi penerus kita. Apakan pendidikan di Negeri kita salah? Barangkali tidak. Tapi alangkah indah bila semua kembali kepada dasar-dasar pendidikan yang Haq yaitu Qur’an dan Sunnah.

Saya : 100% Kak Wall, Salam.
Kamis, 04 Juli 2013
Posted by Unknown
Tag :

Memburu Hidayah

Assalamu’alaikum. Sahabat-sahabat pembaca yang Insya’ Allah dirahmati Allah, dalam menjalani hidup tidak jarang kita mengalami pasang surutnya iman dalam diri kita, karena sudah menjadi fitrah manusia bahwa iman dalam dirinya akan naik dan turun, naik dikala senantiasa menjalankan keta’atan kepada Allah SWT, dan turun dikala mengerjakan kemaksiatan. Dan dikala iman dalam hati kita naik, maka sudah seharusnya kita mempertahankan itu, sebaliknya, dikala iman kita menurun, maka sudah sepantasnya juga segera kembali memupuk iman itu agar jangan sampai terpuruk.Petunjuk/hidayah dari Allah adalah hal yang sangat utama untuk senantiasa membuat iman kita semakin baik. Karena dengan hidayah itulah kita akan tau arah mana yang harus kita tempuh untuk senantiasa meningkatkan keimanan kita kepada Rabb semesta alam.

Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, berikut saya tuliskan 6 kiat untuk menggapai hidayah dari Allah SWT :
1. Do’a
Kita sadari atau tidak, disetiap hari kita sebenarnya telah memohon hidayah kepada Allah, ketika kita menjalankan shalah 5 waktu, maka dalam sehari kita telah memohon hidayah sebanyak 17 kali. “Ihdinashshiraathalmustaqim” Tunjukilah kami jalan yang lurus. Namun, amatlah baik jika selain dalam shalat itu kita juga berdo’a sebanyak-banyaknya untuk memohon hidayah.
Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” Begitu firman Allah dalam QS Al Mukmin : 60.

2. Sungguh-sungguh /Mujahadah
Man Jadda Wa Jada, sebuah ungkapan yang sering terdengar dalam kehidupan kita. Sepenggal mantra sakti yang memiliki makna yang kuat dan mampu memberikan semangat dalam kehidupan kita. “Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil”, begitulah arti ungkapan Arab ini. Begitu juga seharusnya yang kita lakukan dalam menggapai hidayah dari Allah, senantiasa bersungguh-sungguh dalam berusaha dan berdo’a, sehingga Allah juga akan memandang kita sebagai hamba yang pantas untuk selalu diberikan atas hidayah-hidayah-Nya.

3. Melazimi membaca Al Qur’an
Dalam riwayat dikatakan “Barang siapa membaca 10 ayat Al Qur’an setiap hari, maka ia tidak termasuk orang yang melupakan Al Qur’an dan jika membaca 100 ayat setiap hari, maka ia termasuk orang yang taat dan jika ian membaca 1000 ayat setiap hari, maka ia termasuk orang yang dermawan.
Jadi, mari kita perbanyak dalam kita membaca kitab Allah di keseharian kita, kalo bukan kita yang membacanya siapa lagi?

4. Mencari teman yang baik
Sering kita dengar riwayat berikut ini,
Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628). Teman akan mempengaruhi usaha kita dalam menggapai hidayah Allah. Teman yang baik akan selalu mendukung dan membantu kita untuk senantiasa dekat kepada Allah, sebaliknya teman yang tidak baik bisa jadi akan membuat kita terpengaruh dan jauh dari hidayah-Nya.

5. Mencari Ilmu Dien
Orang yang senantiasa paham ilmu agama tentunya akan jauh berbeda dengan orang yang tidak mengetahuinya. “Adakah sama orang-orang yang tahu dengan orang yang tidak mengetahui?” QS Az Zumar : 9. Dalam sebuah riwayat juga dikatakan “Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah, maka akan dikaruniakan kepahaman agama.” Maka,mari kita mencari ilmu sebanyak mungkin agar semakin mendekatkan kita kepada HidayahNya.

6. Mengamalkan Ilmu
Apakah cukup mencari ilmu saja? Tentu tidak. Ilmu yang sudah kita dapat layaklah kita amalkan semaksimal semampu kita sehingga semoga menjadi penyebab turunnya hidayah untuk kita.

Sahabat pembaca yang baik haitinya, Hidayah adalah sesuatu yang penuh misteri kedatangannya, namun, yang menjadi kewajiban bagi kita adalah mengupayakan bagaimana hidayah itu bisa diberikan untuk kita dan tentunya dengan senantiasa melakukan hal-hal yang mendekatkan kita kepada hidayah Allah. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang senantiasa mendapat hidayah dari Allah SWT. Amiin…
 
Saya : 100% Kak Wall, Salam.
Senin, 01 Juli 2013
Posted by Unknown
Tag :
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -