Archive for Juni 2013

Konsep Apa Yang Kita Ikuti?

Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan amanah untuk mengantarkan teman survey lokasi Out Bound di suatu daerah yang kaya dengan air di Kabupaten Klaten. Teman saya ini seorang pengasuh TPA yang rencananya mau mengadakan Out Bound untuk santri-santrinya di Lokasi tersebut. Waktu itu, saya dan teman saya tidak berangkat bersamaan dan saya datang lebih awal kerena memang sudah saya niatkan biar bisa Jama’ah ‘Asar di Lokasi yang kebetulan ada masjid yang cukup besar.

Selepas shalat ‘Asar, saya membuka HP kesayangan saya (tidak perlu saya sebutkan merknya X. hehe) untuk menghubungi teman saya tersebut sudah sampai mana. Ternyata, teman saya itu lebih dulu mengirimkan pesan SMS yang isinya “Afwan Mas, agak telat, baru selesai kegiatannya di Sekolah.” Selain pengasuh TPA, teman saya ini juga seorang Guru. Kemudaian sayapun membalas pesan teman saya itu “Ya Mbak ga’ papa, tak tunggu.”Akhirnya sayapun menunggu sendiri di Masjid itu.

Beberapa saat kemudian datang teman saya yang rumahnya di dekat Masjid itu, beliau juga termasuk aktivis TPA sekaligus aktivis di masjid itu, namanya Mas Rohmad. Beliau menyapa saya dan kami pun berbincang cukup lama dan banyak sekali yang kami bicarakan terutama soal perkembangan kegiatan Generasi Muslim di tempat itu. Kemudian kami mengobrolkan juga soal TPA.
Saya : ”ini TPAnya libur mas?”
Mas Rohmad : ”ndak, sini TPAnya ba’da Maghrib.”
Saya : ”Banyak mas santrinya?”
Mas Rohmad :”Alhamdulillah,,, ini sekitar 120an, sebentar lagi Ramadhan bisa sampai 150an.”
Saya : “Kalo untuk ukuran TPA banyak banget tu mas?”
Mas Rohmad : “tapi itu semuanya, maksudnya sama yang remajanya juga.”
Saya : “O,,,sini ngajinya bareng gitu?”
Mas Rohmad : “Iya,, dari yang anak-anak, remaja sama pemudanya bareng, tapi yang
bapak-bapak sama ibu-ibu beda jadwalnya.”
Saya : ”Wah keren tu mas semua ada ngajinya gitu.?”
Mas Rohmad : “Disini dari sejak bapak ku masih seusia ku gini sudah seperti itu ngajinya, tapi dulu datang kerumah-rumah gitu sebelum ada masjid pemersatu ini, kalo sekarang disini terus.”
Saya :”O,,, gitu?”
Mas Rohmad :”Ibaratnya yang sekarang itu tinggal meneruskan saja, makanya jadi terasa lebih mudah dan ringan mengelolanya, karena ibaratnya sudah mendarah daging.”

Saya begitu terinspirasi dari cerita mas Rohmad itu, bagaimana para orang tua-orang tua di sana dulu merintis sebuah konsep untuk membina generasi muslim di daerah itu. Dan sekarang jelas terlihat bagaimana hasil dari konsep itu. Kegiatan warga muslim di sana begitu maju, bukan hanya musiman (ketika Ramadhan), tetapi di kesehariannya. Apakah ketika para orang tua ini kemudian sudah tidak ada lantas kegiatan disana juga akan terhenti? Saya rasa tidak, karena bukanlah orang per orang yang melakukan itu, melainkan konsep yang sudah membudaya di sana.

Sekarang mari kita lihat diri kita, konsep apa yang telah tertanam dalam kehidupan kita saat ini? Apakah sudah sesuai dengan yang semestinya? Atau barangkali kita sendiri belum menyadari konsep apa yang kita ikuti saat ini? Mungkin kita perlu merenung untuk menemukannya, karena memang terkadang bahkan sering hal tersebut sudah terlalu nyaman kita lakukan sebagai rutinitas sehingga tidak mudah untuk kita menyadari konsep itu sebenarnya layak atau tidak untuk kita ikuti.

Jika konsep yang kita jalankan saat ini sudah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, maka patutlah kita bersyukur dan senantiasa memeliharanya. Namun, jika konsep yang kita ikuti saat ini justru melenceng dari ajaran Islam atau menjauhkan diri kita dari Allah dan Rasul-Nya, maka sudah seharusnyalah kita bergegas untuk mengubahnya agar tidak semakin mendarah daging dalam diri kita. Konsep disini bukanlah hanya untuk pribadi kita saja, melainkan juga dalam kita berkeluarga, bermasyarakat dan yang paling utama berhubungan dengan Yang Maha Kuasa.

Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka sendiri yang mengubahnya” QS. Ar Ra’du : 11. So,,, Sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita lihat kembali dan senantiasa perbaiki konsep hidup kita, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil dan mulai saat ini. Sekian.

Saya : 100% Kak Wall, Salam.
Kamis, 27 Juni 2013
Posted by Unknown
Tag :

Peluang Dari Masalah

Saya awali tulisan kali ini dengan sebuah cerita pada saat saya baru saja lulus dari bangku SLTA dulu. Waktu itu, saya sedang merasakan sebuah permasalahan yang saya anggap berat untuk ukuran anak seusia saya saat itu. Pada waktu itu saya mencoba mencari ketenangan dengan menceritakan kepada seorang sahabat dekat saya yang kalo dihitung-hitung, sudah sejak SMP kami berteman, sebut saja Agus. Saat itu saya datang ke tempat sahabat saya itu yang juga berprofesi sebagai penjaga Counter HP, karena sebelumnya saya memang sering datang ke tempat kerjanya yang kami anggap sebagai base camp kami. Dan disana pula tempat kami sering berbagi ataupun sekedar berkumpul dengan sahabat-sahabat kami yang lain.

Di tempat itu saya menceritakan semua masalah saya.
Saya : “Bro,,,pusing ki.”
Agus : “Knapa?”
Saya : “lagi ada masalah berat”
Agus : “Dah kliatan, wajahmu itu lho, kayak cucian habis diperas. Emang dasarnya gitu Ko ya? Haha”
Saya : “Heh, aku serius! meskipun itu juga bener sih..”
Agus : “Iya…iya.. ada pa to broooo…”
Saya : “Jagi gini….” (Mungkin bagian ini gak perlu saya ceritakan disini, anggap aja begitu saya bilang “Jadi gini….” Langsung muncul gambar adegan-adegan kaya kalo di tipi-tipi itu. Hehe)
Agus : “Oalah,,,Cuma gitu aja dipikir berat-berat bro-bro”
Saya : “Ah,,,”
Agus : “iya- iya… nanti tak bantu pikirkan solusinya, ni tak kasih buku, sekarang tulis aja dulu semua perasaanmu. Tar kalo udah selesai kerjaan tak bantu cariin solusi.”
Saya : “Oke!” (Sayapun menuruti kata-kata sahabat saya itu. Saya tulis apa yang saya rasakan kata demi kata, baris demi baris, Alhasil jadi satu halaman buku.)

Beberapa hari kemudian saya datang lagi ke tempat sahabat saya itu. Sesampainya di sana sahabat saya baru bermain Gitar, yang memang salah satu kegiatannya ketika Counter sedang sepi pembeli. Kamipun berbincang lagi.
Agus : “Dari mana?” (Sambil bersenandung dan memetik gitarnya)
Saya : “Rumah. Gimana, udah ada belum solusinya?”
Agus : “Udah, tapi bentar ya, mau nyanyi dulu.”
Saya : “Wooo…. Eh, nyanyi apa nyindir?!! Masa’ liriknya kayak gitu?”
Agus : “hehehe… Ni…” (sambil menyodorkan kertas hasil tulisan saya beberapa hari yang lalu)
Saya : “Lho!!!” (Sayapun heran, karena tulisan saya kemarin sudah disertakan Cord Gitar disetiap barisnya. Ternyata lagu yang dinyanyikan sahabat saya tadi dari cerita masalah saya.)

Dan beberapa bulan kemudian, akhirnya bersama 2 sahabat saya yang lain, kami sempat membuat sebuah grup music dan menciptakan beberapa lagu yang lain, meskipun hanya bertahan beberapa tahun sampai akhirnya bubar karena tempat tinggal kami yang terpisah.

Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, terkadang bahkan sering dalam kehidupan kita, ketika diri kita sedang mengalami suatu masalah, kita menganggap hal itu sebagai sesuatu yang berat dan tidak mudah untuk diselesaikan. Bahkan tidak jarang kita menganggap seakan-akan hanya diri kita yang mendapatkan ujian seperti itu, tidak ada orang lain yang mempunyai beban yang lebih berat dari pada yang kita alami. Atau bahkan membuat kita putus asa, padahal jelas dikatakan Allah dalam QS Al Baqarah 286 “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…

Masalah bagi sebagian besar dari kita sering hanya dianggap / dipandang sebagai suatu beban hidup. Yang berakibat kita sering mengeluh, frustasi , depresi atau putus asa seperti yang saya tuliskan di atas. Padahal janji Allah dalam QS Al Insyirah / Alam Nasyrah ayat 5-6 “Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Maka, bercermin dari ayat tersebut, sudah selayaknyalah kita memandang sebuah masalah itu dari sudut pandang yang lain. Mungkin bisa kita tanyakan pada diri kita “Apa yang bisa kita munculkan dari masalah kita? Peluang apa yang bisa kita dapatkan untuk berkarya dari masalah-masalah kita?”

Coba kita amati di sekitar kita, sebagai contoh, banyak orang sibuk bekerja bahkan tidak sempat mengurus anak-anaknya, juga tidak sempat mengurus pekerjaan rumah, seperti mencuci baju misalnya, dan bagi mereka itu sebuah permasalahan, tapi disisi lain ada yang menganggap dan mengambil itu sebagai peluang, yaitu dengan mendirikan tempat Penitipan Anak atau juga mendirikan usaha Laundry. Dan ternyata, itu hanya sebagian kecil dari yang ada di sekitar kita, karena boleh jadi, setiap usaha yang ada berawal dari permasalahan-permasalahan.

So, Sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, mari kita mulai mencoba mencari peluang apa yang bisa kita munculkan untuk berkarya, minimal kita mulai dapi permasalahan-permasalahan dalam diri kita sendiri, atau selamanya kita akan menjadi obyek bagi mereka yang cerdas mengubah masalah menjadi peluang. Sekian.

Saya : 100% Kak Wall, Salam.
Senin, 24 Juni 2013
Posted by Unknown
Tag :

Hebat Dari Yang Biasa

Ini adalah kali pertama saya mendapatkan amanah untuk menulis. Ketika mendengar amanah itu seketika yang terlintas dalam benak adalah pertanyaan-pertanyaan “Nulis apa ya? Kan gak pernah nulis. Trus mau mengangkat tema apa ni?” Yang kesemuanya itu adalah kebingungan-kebingungan untuk memulai. Bahkan kadang muncul bisikan negative “ah, mbok biar gak usah nulis. Bikin pusing aja.”

Sejenak saya merenung yang kemudian teringat kata-kata sodara sepupu saya Henry Ford “Berfikir merupakan pekerjaan yang paling berat, mungkin itulah sebabnya sedikit orang yang menyenanginya.” Kata-kata itu seolah-olah menampar saya untuk segera mencoba berfikir dan mencari referensi tentang apa yang akan saya tulis. Alhasil, buku-buku saya buka, catatan saya baca kembali, update status, sms teman dan lain sebagainya. Tapi, ternyata setelah semua itu saya lakukan, belum juga ada ide apa yang akan saya tulis dan itu membuat saya hamper putus asa.

Seketika, saya terbayang sebuah peristiwa ketika saya silaturahim ke rumah sahabat saya, sebut saja Budi. Waktu itu si budi bercerita bahwa dia baru saja ngobrol dengan seorang pengusaha toko bangunan yang sukses di salah satu kota kecil dekat tempat saya tinggal.
Budi : “Pak, tiap hari toko bapak makin ramai ya? Kalo saya tanya kenapa pada beli kesini, mereka mayoritas menjawab karena disini lengkap dan jumlahnya banyak. Berarti bapak modalnya sangat besar ya?
Pemilik Toko : “Ya Alhamdulillah Dik, pada percaya sama toko saya. Tapi, kalo ditanya soal modal, tidak terlalu besar juga.”
Budi : “Tapi kalo menurut keterangan para pembeli kan kalo belanja disini bisa dipastikan ada barangnya dan jumlahnya juga banyak.”
Pemilik Toko : “Sebenarnya kalo diamati to Dik, saya tu tidak pernah menstok semua barang dalam jumlah yang besar, karena kalo diamati, pembeli di toko ini tu setiap bulannya berbeda trend barang yang dibelinya.”
Budi : “Misalnya bulan ini banyak yang beli cat, kemudian bulan ini banyak yang beli semen gitu Pak?”
Pemilik Toko : ”Ya, kurang lebih seperti itu. Makanya, sebelum kulakan saya perkirakan dulu, misalnya bulan ini, O…musim menjelang lebaran gini biasaya pada ngecat rumah jadi saya kulakan cat lebih banyak. Kurang lebih seperti itu.”
Budi :”O…berarti bapak menghafal setiap kebutuhan mereka setiap musimya gitu?”
Pemilik Toko :”Ya kalo sekarang saya sudah terbiasa kulakan sesuai dengan kebutuhan mereka.”

Berangkat dari cerita itu, saya mencoba mencari apa sih kuncinya keberhasilan pengusaha tadi? Dan menurut saya, pengusaha ini sudah terbiasa menyediakan barang-barang sesuai kebutuhan konsumen. Tapi itu belum juga menginspirasi apa yang harus saya tulis. Kemudian saya amati orang-orang di lingkungan saya, ada seorang bapak-bapak yang tidak lain adalah muadzin di Masjid tempat saya tinggal. Hampir bisa dipastikan beliaulah yang selalu mengumandangkan adzan di setiap waktu shalat, dan kalau ditanya kenapa bisa seperti itu jawabnya “Yo mergo kulinane ngene.” Maksudnya karena sudah terbiasa melakukan itu.

Dari cerita-cerita itu, baru dapat saya simpulkan kenapa saya agak kerepotan untuk memulai menulis, dan ternyata karena memang saya belum terbiasa melakukannya. Barangkali setiap orang yang ditanya kenapa begitu mahir melakukan pekerjaannya, mereka akan menjawab “karena sudah terbiasa melakukannya.” So, sahabat-sahabat pembaca yang baik hatinya, bagi kita yang merasa sulit melakukan sesuatu, tiada salahnya mari kita mulai membiasakan hal itu “mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil dan mulai saat ini” begitu kira-kira. Seperti kata pepatah Jawa “Witing Bisa Jalaran Saka kulina” yang artinya sesuatu itu akan menjadi mudah dan ringan dilakukan ketika terbiasa.

Saya : 100% Kak Wall, Salam Aku Bisa.
Kamis, 20 Juni 2013
Posted by Unknown
Tag :
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Artikel Menarik

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © 100% Kak Wall -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -